2050, Ada 10 Juta Orang Meninggal Dunia

Jumat, 22 April 2016 21:24:02 868
2050, Ada 10 Juta Orang Meninggal Dunia
Jakarta, inforiau.co - Penanggung jawab resistensi antimikroba Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk Indonesia, Dewi Indriani, mengatakan resistensi antibiotik bisa terjadi saat reaksi bakteri terhadap antibiotika tidak sebagaimana harusnya. Artinya, antibiotika tidak ampuh lagi. 
 
"Kami khawatir, di era ini, penyakit sederhana yang seharusnya bisa disembuhkan dengan antibiotik malah jadi berbahaya," kata Dewi, Kamis (20/4).
 
Antibiotika adalah obat untuk mencegah dan mengobati infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Sebagai salah satu jenis obat umum, antibiotika banyak beredar di masyarakat. Hanya saja, masih ditemukan perilaku yang salah dalam penggunaannya yang menjadi risiko terjadinya resistensi alias bakteri kebal terhadap obat.
 
Beberapa kesalahan itu adalah, yakni peresepan antibiotika secara berlebihan oleh tenaga kesehatan. Lalu, adanya anggapan yang salah di masyarakat bahwa antibiotika merupakan obat dari segala penyakit. Dan, lalainya masyarakat dalam menghabiskan atau menyelesaikan perawatan dengan antibiotika.
 
Jika masalah resistensi antibiotika tidak segera ditangani, para pakar kesehatan memperkirakan bahwa pada 2050, lebih kurang 10 juta orang di dunia akan meninggal. 
 
"Resistensi antibiotik itu akibatkan biaya kesehatan jadi lebih tinggi. Penyakit lebih sulit diobati," kata Dewi. Penyembuhan penyakit pun dikhawatirkan akan memakan waktu yang lebih lama, serta resiko kematian akan lebih besar terjadi.
 
Anggota Komite Pengendalian Resistensi Antimikroba (KPRA) yang juga Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Kuntaman, mengimbau masyarakat untuk lebih memahami, bahwa demam memang salah satu tanda adanya infeksi dalam tubuh. Namun, dia mengatakan, tidak semua infeksi disebabkan oleh bakteri sehingga tidak semua infeksi membutuhkan antibiotika.
 
Kuntaman mencontohkan seorang pasien patah tulang karena kecelakaan yang badannya mengalami demam. Terapi yang dibutuhkan pasien itu adalah analgesik dan antipirektik, bukan antibiotik. Contoh lain, bakteri E-coli di tubuh kita dalam jumlah tertentu sangat bermanfaat. Namun bila jumlahnya terlalu banyak akan menyebabkan diare. 
 
"Bila diare, boleh gunakan antibiotik, tapi sebenarnya ada penyembuhan diare yang butuh dan juga tidak membutuhkan antibiotik," katanya. Tem/Ir

KOMENTAR