Dampak Boikot Uni Eropa Nasib Jutaan Pekerja Industri Sawit Terancam
Senin, 17 April 2017 10:39:14 1290

Pekerja sedang memanen buah sawit.
Jakarta, Inforiau.co - Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Arief Poyuono mengatakan, resolusi dari Parlemen Uni Eropa yang menentang industri kelapa sawit akan mengancam kepentingan Indonesia. Menurutnya, kebijakan itu akan berimbas pada industri sawit nasional.
Arief mengatakan, industri kelapa sawit selama ini mampu menyerap jutaan tenaga kerja. Karenanya, kebijakan Uni Eropa jelas akan dirasakan Indonesia. “Empat juta rakyat Indonesia akan kehilangan mata pencahariannya," kata Arief di Jakarta, Minggu (16/4).
Menurut Arief menyatakan, kebijakan Uni Eropa itu akan menyulitkan Indonesia dalam mengumpulkan devisa. Sebab, impor minyak sawit Uni Eropa mencapai jutaan ton.
Namun, Arief juga mengkritik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Sebab, mestinya kementerian yang dipimpin Siti Nurbaya itu bisa memberi pemahaman ke dunia internasional tentang industri sawit Indonesia.
Selain itu, mestinya KLHK mengampanyekan praktik Industri sawit di Indonesia. "Bahwa sebenarnya industri sawit Indonesia tidak melanggar hal-hal yang dituduhkan parlemen Uni Eropa," paparnya.
Arief menambahkan, sudah hampir dua tahun dana ada pemberlakuan pungutan ekspor crude palm oil (CPO) ke kalangan perkebunan dan perusahaan sawit. Dana itu mestinya untuk mengampanyekan hasil sawit Indonesia untuk melawan kampanye hitam negara-negara maju yang merasa terancam dengan industri CPO.
"Nah patut dipertanyakan pengunaan dana dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Sawit yang disebut-sebut untuk membantu kampanye produk sawit Indonesia agar tidak di tolak oleh luar negeri terkait masalah pengrusakan lingkungan, pelanggaran HAM dan isu pekerja anak," paparnya.
Uni Eropa Boikot Minyak Sawit
Seperti diketahui, Parlemen Uni Eropa pada pekan lalu mengeluarkan resolusi. Isinya adalah pelarangan bagi negara-negara anggota Uni Eropa untuk mengimpor minyak sawit. Alasannya, industri sawit menciptakan deforestasi, degradasi habitat satwa, korupsi, hingga mempekerjakan anak dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM).
Resolusi itu secara khusus menyebut industri sawit Indonesia sebagai salah satu pihak pemicu masalah-masalah tersebut. Ada 640 anggota Parlemen Uni Eropa yang menyetujuinya, sedangkan 18 lainnya menolak dan sisanya ada 28 memilih abstain.
Laporan itu akan diserahkan ke Komisi dan Presiden Uni Eropa. Parlemen Uni Eropa mendesak Komisi Uni Eropa menerapkan skema sertifikasi tunggal bagi produk sawit impor demi menghentikan dampak buruk industri ini. Resolusi itu juga menyarankan penghentian penggunaan minyak nabati secara bertahap sampai 2020.
Parlemen Eropa mencatat bahwa 46% dari minyak sawit yang diimpor oleh Uni Eropa digunakan untuk memproduksi biofuel, yang membutuhkan penggunaan sekitar satu juta hektar tanah tropis.Parlemen Eropa mencatat bahwa berbagai skema sertifikasi sukarela mempromosikan budidaya minyak sawit berkelanjutan. Namun, standar mereka terbuka untuk kritik dan membingungkan bagi konsumen, mereka mengatakan. Mereka menganjurkan skema sertifikasi tunggal untuk menjamin bahwa minyak sawit hanya diproduksi secara berkelanjutan memasuki pasar Uni Eropa.
Mereka juga mendesak Uni Eropa untuk memperkenalkan kriteria keberlanjutan untuk minyak sawit dan produk yang mengandung minyak sawit memasuki pasar Uni Eropa. Komisi harus meningkatkan ketertelusuran minyak sawit diimpor ke Uni Eropa dan harus mempertimbangkan menerapkan skema bea cukai yang berbeda yang mencerminkan biaya nyata lebih akurat sampai skema sertifikasi tunggal berlaku.
Parlemen Eropa juga menekankan bahwa sebagian besar dari produksi global minyak sawit adalah melanggar hak asasi manusia dan standar sosial yang memadai. Ini sering menggunakan pekerja anak, dan ada banyak konflik lahan antara masyarakat lokal dan adat dan pemegang konsesi kelapa sawit. ***