Pengelolaan PBBP2 Terkendala Administratif

Kamis, 07 April 2016 21:32:58 939
Pengelolaan PBBP2 Terkendala Administratif
Tembilahan, inforiau.co - Sejak dialihkannya pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) dari pihak Kantor Pelayanan Pajak Pratama (KPPP) kepada Pemerintah Daerah Indragirti Hilir (Inhil) yang dikelola oleh Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Inhil per 1 Januari 2014, masih terkendala pada persoalan administratif.
 
Perihal pendataan, penilaian, penetapan, pengadministrasian, pemungutan/penagihan dan pelayanan PBB-P2 telah sepenuhnya diselenggarakan oleh Dispenda Inhil. Dalam proses pengolaan pajak oleh Dispenda, PBB-P2 masih menghadapi banyak kendala, terutama kendala administratif. 
 
Demikian dikatakan Kepala Dispenda Inhil, Aslimuddin melalui Kepala Bidang PBB-P2, Irsan di Tembilahan. "Sejak 1 Januari 2014 pengelolaan BPHTB dan PBB-P2 dikelola oleh kami (Dispenda), tapi masalahnya masih banyak ditemui kendala-kendala dimana data yang diserahkan dari KPPP banyak yang tidak valid," ujar Irsan.
 
Dijelaskannya hingga saat ini, pihaknya terus berupaya melakukan penyesuaian dengan data-data yang diterima dari KPP Pratama.
 
Dimana banyak sekali terjadi kesalahan dalam hal pendataan pembayaran BPHTB dan PBB-P2. Misalnya, seseorang yang datanya ada pada Dispenda adalah wajib pajak yang menunggak, tetapi setelah disesuaikan dengan data yang diterima dari KPP Pratama banyak wajib pajak yang telah lunas. "Akan hal itu, kami tetap melakukan upaya penyesuaian-penyesuaian agar semua bisa berjalan sesuai dengan yang diharapkan," pungkasnya.
 
Menurut Irsan, pasca pengalihan ini banyak sekali hambatan-hambatan yang dialami. Selain itu, kendala disaat kami menunjukkan kepada wajib pajak, juga ada wajib pajak yang tidak terdata di data base PBB, ada data yang ganda, objek dan subjek tidak ada, lokasi objek tidak sesuai dan pengenaan biaya PBB tidak sesuai.
 
Adapun akibat dari kendala tersebut adalah terhadap realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang sampai saat ini realisasinya baru mencapai 35 persen. "Anggap saja data yang valid 50 persen, sisanya itu tidak valid," tutup Irsan. ADV

KOMENTAR