Polemik Soal Status Ahok Sebagai Gubernur Tampaknya Kian Memanas

Selasa, 14 Februari 2017 02:06:00 879
Polemik Soal Status Ahok Sebagai Gubernur Tampaknya Kian Memanas
Foto: Ilustrasi: Andhika Akbaryansyah

Jakarta, Inforiau.co - Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) telah kembali diaktifkan sebagai Gubernur DKI Jakarta. Sebelumnya Ahok dinonaktifkan karena cuti sebab dia maju sebagai petahana dalam Pilkada serentak 2017.

Polemik pun mencuat di tengah Ahok yang saat ini juga menyandang status sebagai terdakwa dalam kasus dugaan penistaan agama. Penolakan pun datang dari berbagai pihak. Siapa saja?

Penolakan datang dari Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) yang mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Mereka meminta hakim untuk mendesak Kemendagri untuk mengeluarkan SK pemberhentian sementara Basuki Tjahaja Purnama terkait status terdakwa.


Rombongan melakukan pelaporan dipimpin Habiburokhman bersama Waksejen ACTA Yustian Dewi Widiastuti dan Hisar Tambunan. Kedatangan mereka untuk mendaftarkan gugatan ke Kemendagri terkait belum dihentikannya Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta.

"Dasar gugatan PTUN ini adalah Pasal 83 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemda yang mengatur bahwa kepala daerah yang menjadi terdakwa harus diberhentikan sementara," ujar Yustian Dewi Widiastuti, di PTUN Jakarta, Jl Sentra Primer, Cakung, Jakarta Timur, Senin (13/2).

Selain ACTA, Advokat Muda Peduli Jakarta (AMPETA) juga melayangkan laporan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Mereka melayangkan gugatan ke Presiden Joko Widodo supaya mengeluarkan SK pemberhentian Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sebagai Gubernur DKI.

"Gugatan fiktif negatif sebagaimana diatur dalam UU PTUN pasal 3 ayat 1 dan 2 tidak ada objek yang punya kewenangan untuk mengeluarkan putusan, tapi tidak mengeluarkan putusan," ujar kuasa hukum pemohon, Shaleh.

Pengaktifan kembali Ahok pun memunculkan gejolak di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Sebanyak empat fraksi di DPR yaitu PKS, Gerindra, PAN, dan Demokrat mengajukan hak angket 'Ahok-Gate' terkait pengaktifan kembali Basuki T Purnama (Ahok) sebagai Gubernur DKI. Mereka turut mempertanyakan Ahok yang tak langsung diberhentikan dari jabatannya sebagai gubernur.

"Kami 4 fraksi, Partai Demokrat, Gerindra, PKS dan PAN bermaksud mengajukan hak angket terkait pengangkatan Saudara Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sebagai Gubernur DKI. Untuk memenuhi itu, Fraksi Gerindra mengumpulkan 22 tanda tangan anggota, Partai Demokrat 42 anggota, PAN 10 anggota dan PKS 16 anggota. Atas nama empat fraksi ini, mohon kiranya pimpinan bisa meneruskan ke tahapan selanjutnya," kata anggota Fraksi Partai Demokrat Fandi saat bertemu pimpinan DPR RI di Gedung DPR/MPR, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (13/2).

Tak kalah, DPRD DKI juga menyampaikan penolakannya. Ada 4 Fraksi yang ada di DPR menolak untuk rapat bersama eksekutif.

Sekretaris Komisi A DPRD DKI Syarif mengatakan keempat fraksi yang menyatakan sikap yakni Gerindra, PKS, PPP dan PKB. Langkah itu diambil sebagai sikap mereka atas keputusan Kemendagri tidak menonaktifkan Ahok yang kini berstatus terdakwa dalam kasus dugaan penistaan agama.

"Mau berkirim surat, ke Mendagri sebagai tanggapan belum clear-nya penyelesaian pemberhentian gubernur yang berstatus terdakwa. Nah sambil menunggu surat tanggapan keluar, sementara 4 fraksi: Gerindra, PKS, PPP, PKB, menunggu jawaban dari Kemendagri akan tidak melakukan rapat bersama eksekutif," kata Syarif kepada detikcom, Senin (13/2).

Melihat hal itu, Mendagri Tjahjo Kumolo berencana akan melakukan konsultasi dengan Mahkamah Agung (MA) terkait hal itu. Konsultasi itu merupakan perintah dari Presiden Joko Widodo.

"Oleh Pak Jokowi (Mendagri) diperintah untuk konsultasi ke MA. Besok pagi pak Menteri akan konsultasi dengan MA sebelum menghadiri ratas dengan presiden RI," kata Kapuspen Kemendagri, Dodi Riyatmadji, saat berbincang dengan detikcom, Senin (13/2/2017) malam.

Soal pengaktifan kembali Ahok sebagai gubernur ini memang menuai sejumlah pro dan kontra dari berbagai pihak. Polemik terkait status Ahok ini muncul karena Ahok didakwa dengan dua pasal secara alternatif.

Pasal utama memiliki ancaman hukuman 4 tahun, sedangkan pasal alternatifnya memiliki ancaman 5 tahun penjara. Sementara itu dalam UU Nomor 23 Tahun 2014 disebutkan kepala daerah yang didakwa dengan ancaman hukuman 5 tahun harus diberhentikan. dtc

KOMENTAR