Tidak Sesuai Aturan, Ninik Mamak Bersama Masyarakat Tolak Pendirian Gereja di SPN Desa Kualu Nenas Kampar

Inforiau - Ninik mamak pucuk adat Kenegerian Tambang-Terantang bersama tokoh masyarakat, pemuka agama dan tokoh p17/09/2022 pemuda/mahasiswa Kecamatan Tambang sepakat untuk menolak pendirian gereja di lingkungan Sekolah Polisi Negara (SPN) Desa Kualu Kecamatan Tambang, Kabupaten Kampar.
Hal itu berdasarkan hasil kesepakatan rapat yang digelar di Balai adat Danau Bokuok, Desa Aursati Sabtu (17/09) yang dipimpin langsung oleh Pucuk Adat Kenegerian Tambang-Terantang, Mulyas.
"Tujuan berkumpul disini menyikapi perihal pendirian gereja di lingkungan SPN Desa Kualu Nenas, supaya nantinya tidak menimbulkan gejolak ditengah masyarakat,"ucapnya.
Turut hadir pada saat itu, Tokoh Masyarakat, Alim Ulama, Cendikiawan seperti Prof DR.KH. Ilyas Husti, M.A, DR. H.Mustafa Umar.LC.M.A, DR. Dendi Irawan, S.HI, M.Ag, DR. M.Yamin, P.hd, H. Ibrahim Ali,S.H, DR Arysman, M.Sy, DR.H Nurhamin, M.Si, dll
Dalam hasil rapat bersama Ninik mamak, tokoh masyarakat, tokoh pemuda dan mahasiswa menyepakati untuk menolak pendirian gereja di lingkungan SPN Desa Kualu, kecamatan Tambang, kabupaten Kampar.
Dengan memperhatikan beberapa poin diantaranya:
Yang pertama, pendirian gereja di lingkungan SPN tersebut tidak sejalan dengan amanat peraturan menteri nomor 8 dan 9 tahun 2006. Pendirian rumah ibadah di lingkungan SPN ini belum memenuhi unsur keperluan nyata dan sungguh- sungguh sebagaimana tercantum dalam pasal 13 ayat (1) karena jumlah penganut yang terbatas dan keperluan yang tidak mendesak.
Selain itu pendirian rumah ibadah ini belum memenuhi persyaratan administratif, persyaratan teknis serta persyaratan khusus seperti pesan pasal 14 ayat (1) dan (2) sehingga berpotensi merusak kerukunan umat beragama, mengganggu ketenteraman dan ketertiban umum serta tidak mematuhi peraturan perundang-undangan.
Dalam sudut pandang legal formal dimana pun rumah ibadah itu didirikan baik di tengah lingkungan masyarakat maupun lingkungan pendidikan, mesti tunduk dengan peraturan bersama menteri tersebut di atas.
Yang kedua, pendirian gereja di lingkungan SPN ini tidak mempertimbangkan aspek historis. Lokasi SPN ini adalah hibah pemerintah kabupaten Kampar kepada POLRI yang di dalamnya juga terdapat tanah hibah dari masyarakat kepada negara, sehingga berdirinya gereja di tanah ini tidak sejalan dengan keinginan masyarakat. Demikian juga secara fakta yang akan memakai gereja ini bukanlah masyarakat menetap lama, sehingga tidak tepat dibangun gereja secara permanen.
Kemudian secara filosofis keberadaan sebuah rumah ibadah diharapkan memberikan ketenangan kepada masyarakat sekitar, sedangkan keberadaan gereja ini berpeluang mendatangkan kegaduhan dan ketidaknyamanan masyarakat disekitar SPN.
Ketiga, Keberadaan gereja di lingkungan SPN ini merobek tatanan adat dan sosial yang telah dianut oleh masyarakat adat di kenegerian Tambang-Terantang.
Dalam tatanan adat seluruh tanah yang berada di kenegerian Tambang-Terantang adalah milik adat dan mesti tunduk pada aturan adat yang tidak membenarkan berdirinya gereja di setiap jengkal tanah tersebut.
Hal ini juga tidak sejalan dengan falsafah adat basandi syara'-syara' basandi kitabullah, karena kenegerian Tambang- Terantang kokoh dengan akidah tauhid.
Dari segi sosiologis keberadaan gereja ini mengakibatkan ketidaksukaan masyarakat di sekeliling lingkungan SPN yang berujung pada sikap membenci dan akan memicu munculnya gesekan antara masyarakat dan waga SPN.(Dre)