Ahok 'Dicoba Pidana' Jaksa 2 Tahun
Jumat, 21 April 2017 10:20:45 727

Ahok
Jakarta, Inforiau.co- Pada sidang yang ke 19 dengan agenda tuntutan, terdakwa kasus dugaan penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Kamis (20/4) dituntut Jaksa dengan hukuman 1 tahun penjara dengan masa percobaan 2 tahun.
Tuntutan ini dibacakan oleh JPU, Ali Mukartono, setelah tertunda seminggu sebelumnya dan dinilai banyak kalangan berbau politis. Dengan tuntutan hukuman 1 tahun penjara dengan masa percobaan 2 tahun jika dikabulkan atau sesuai dengan putusan vonis hakim nantinya, maka terdakwa tidak perlu menjalani hukuman di penjara.
"Perbuatan saudara secara sah dan meyakinkan telah memenuhi unsur 156 KUHP, oleh karena itu terdakwa harus dijatuhi pidana 1 tahun penjara dengan masa percobaan dua tahun," kata JPU Ali Mukartono di hadapan majelis hakim, Kamis siang.
Pasal 156 KUHP berbunyi, "Barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian, atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak Rp 4.500".
Sedangkan isi Pasal 156a KUHP adalah, "Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang bersifat permusuhan, penyalahgunaan, atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia".
Ali menjelaskan, alasan jaksa mengenakan Pasal 156 KUHP karena Ahok pernah mengeluarkan buku dengan judul "Merubah Indonesia".
Di dalam buku tersebut, yang dimaksud Ahok membohongi pakai Al Maidah ayat 51 itu adalah para oknum elit politik. Atas dasar itu, jaksa menilai pasal 156 lebih tepat digunakan pada Ahok.
"Nah di buku itu dijelaskan kalau yang dimaksud adalah si pengguna Al Maidah. Elit politik istilah beliau, bukan Al Maidah. Kalau demikian maksud beliau maka ini masuk kategori umat Islam. Pengguna Al Maidah tu siapa? Golongan umat Islam. Maka tuntutan jaksa memberikan di alternatif kedua," jelas Ali.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) sidang kasus dugaan penodaan agama menyatakan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok bersalah. Perbuatan Ahok menurut Jaksa memenuhi unsur Pasal 156 KUHP. Adapun Jaksa mendakwa Ahok dengan dakwaan alternatif antara Pasal 156 huruf a KUHP atau Pasal 156 KUHP.
"Alternatif itu artinya memilih yang dipandang lebih terbukti oleh jaksa. Jadi bukan tidak dimasukkan. Dari dua dakwaan alternatif, jaksa memilih alternatif kedua (Pasal 156 KUHP)," ujar Ketua JPU sidang Ahok, Ali Mukartono seusai persidangan di Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, Kamis (20/4/2017).
Usai mendengar tuntutan jaksa kepadanya, pria yang masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta ini, langsung kembali ke Balai Kota DKI.
Saat ditanya, pria yang akrab disapa Ahok ini tampak enggan menanggapi tuntutan tersebut. Namun, kata Ahok, semua tanggapannya akan dituangkan dalam pembacaan pleidoi, pekan depan.
"Kamu tanya pengacara lah, enggak ngerti aku, nanti baca pleidoi saja," ujar Ahok di Balai Kota DKI Jakarta, Jalan Medan Merdeka Selatan,
Sementara kalangan yang kontra dan para penuntut agar Ahok dihukum penjara, menyatakan kekecewaan mereka terhadap tuntutan yang dilakukan jaksa kepada Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Menurut Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Nasir Djamil menilai, tuntutan yang ditujukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap Basuki Tjahja Purnama (Ahok) dalam kasus penistaan agama, tidak memenuhi rasa keadilan.
Sebab menurutnya, tuntutan jaksa itu terlalu rendah dan terkesan tidak memberikan efek jera kepada pelaku. Padahal bila dibandingkan dengan kasus penistaan agama yang terjadi di Indonesia selama ini tuntutan jaksa justru lebih tinggi.
"Ini kok aneh ya, kasus penistaan yang menimbulkan reaksi dari umat di Indonesia bahkan diprediksi jutaan umat turun ke jalan, hanya dituntut dua tahun percobaan, gak bener ini," jelas Nasir di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (20/4).
Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu mencontohkan, kasus Arswendo tahun 1990 dan kasus HB Jassin 1968, menunjukkan bahwa tuntutan jaksa sampai lebih dari dua tahun penjara dan ada yang hanya 1 tahun percobaan.
Selain itu, Front Pembela Islam (FPI) yang sangat keras melakukan konfrontasi terhadap Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta, hingga kasus dugaan penistaaan agama ini juga mengaku kecewa dengan tuntutan tersebut. Hal ini seperti dikatakan salah satu tokoh FPI, Muhsin bin Zaid.
“Saya selaku imam FPI, merasa kecewa dengan JPU. Pasal 156a tuntutannya lima tahun, tapi mengapa hanya jadi satu tahun,” kata salah satu imam besar FPI, Muhsin bin Zaid saat dihubungi Republika.co.id, Kamis (20/4).
++ Jaksa Dinilai Lampaui Kewenangan++
Selain itu, Ketua Pemuda Muhammadiyah Bidang Hukum, Faisal memandang ada yang aneh dengan pembacaan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Menurutnya tuntutan pidana bersyarat atau dengan kata lain pidana percobaan, terhadap ahok merupakan sikap hukum JPU yang salah kaprah memahami hukum.
"Atau lebih tepatnya tuntutan JPU atas Ahok itu memvonis bukan menuntut," ujarnya
Ia memaparkan, Voorwaardelijke atau pidana percobaan dalam KUHP Pasal 14a - 14f yang tepat diberi kewenangan adalah Hakim. Bahkan hampir semua Pasal disitu menyebut Hakim.
Karena itu, ia heran mengapa JPU mengambil alih kewenangan hakim yang bersembunyi dibalik tuntutan. Jelas, menurutnya JPU ini tidak cermat dan jelas dalam mengkonstruksikan tuntutan.
"Bahkan kami melihat itu bukan sedang menuntut tapi memvonis sebagaimana kewenangan hakim yang diberikan dalam Pasal 14a - 14f KUHP," ucap dia.
Semestinya, terang dia, JPU melihat apa sejatinya maksud dari Pidana Percobaan itu dibuat dalam KUHP. Lalu kaitkan apakah Pidana Percobaan itu sudah tepat dikenakan kepada terdakwa.
Dari aspek tujuan pemidanaan, menurut Faisal, sebenarnya pidana percobaan ini lebih ditujukan pada resosialisasi terhadap pelaku, ketimbang pembalasan terhadap perbuatannya. Karena itu tujuan dari penjatuhan sanksi bukan karena orang telah melakukan kejahatan, melainkan supaya orang jangan melakukan kejahatan.
Pedri Kasman, salah seorang pelapor Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dalam kasus penodaan agama juga menyatakan kecewa atas tuntutan satu tahun dengan masa percobaan dua tahun terhadap Ahok yang disampaikan jaksa penuntut umum (JPU).
"Hari ini saya atas nama pelapor Pedri Kasman sebagai angkatan muda Muhammadiyah, sangat kecewa dengan tuntutan yang dibacakan JPU, berdasar Pasal 156 KUHP," katanya,
Ia menduga JPU telah diintervensi oleh kekuasan atau kekuatan lain yang melakukan intervensi, sehingga tidak independen bahkan seolah-olah Jaksa membela Ahok. "Artinya, persidangan yang sudah berlangsung 19 kali ini jadi mubazir, membuang energi, setelah sikap JPU tidak independen dan terindikasi diintervensi di luar hukum," kata Pedri yang juga sekretaris Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah itu.
Justru, kata dia, JPU melemahkan alat bukti dan keterangan saksi yg mereka hadirkan sendiri. Karena itu, lanjutnya, sebagai rakyat Indonesia yang cinta penegakan hukum, ia mengatakan sidang hari ini adalah dagelan sandiwara.
"Indonesia pantas dikatakan darurat penegakan hukum karena hukum sudah diintervensi oleh kekuatan politik, kekuasaan materi, dan yang lainnya," ujarnya.
Setelah persidangan ke 19 dengan agenda pembacaan tuntutan JPU terhadap Basuki atau Ahok ini, minggu depan dijadwalkan Basuki Tjahaja Purnama bersama tim penasehat hukumnya akan melakukan pembelaan atau pledoi. asa/tc/rol/kc