Bukan Polisi Biasa

Kamis, 16 Juni 2016 20:53:02 1092
Bukan Polisi Biasa
Jakarta, inforiau.co - Akhirnya Presiden Joko Widodo memilih Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Tito Karnavian sebagai calon tunggal yang menggantikan Badrodin Haiti sebagai Kapolri. 
 
Hal ini dibenarkan oleh Ketua DPR Ade Komarudin yang mengaku bahwa pihaknya telah menerima calon nama Kapolri. "Jadi tadi saya sebelum kemari, beliau (Menteri Sekretaris Negara) menyampaikan surat kepada dewan, surat tersebut berisi keputusan Presiden meminta Komjen Tito Karnavian menjadi satu-satunya calon Kapolri menggantikan Jenderal Badrodin Haiti," ujarnya, Rabu (15/6).
 
Pilihan Presiden mengejutkan, bisa iya bisa tidak. Tidak mengejutkan karena Tito menyandang tiga bintang di pundaknya. Pasal 11 ayat 6 Undang-undang Kepolisian menyebutkan:"Calon Kapolri adalah Perwira Tinggi Kepolisian Negara Republik Indonesia yang masih aktif dengan memperhatikan jenjang kepangkatan dan karier."
 
Mengejutkan karena pilihan Presiden manabrak tradisi, perkiraan, dan asumsi. Tito adalah komjen 'anak bawang' dibanding enam komjen lainnya: Komjen Dwi Priyatno (Akpol 82), Komjen Budi Gunawan (Akpol 83), Komjen Budi Waseso. (Akpol 83), Komjen Putut Eko Bayuseno (Akpol 84), Komjen Syarifuddin (Akpol 85), Komjen Suhardi Alius (Akpol 85).
 
Tito lebih junior, baik dilihat dari angkatan maupun usia, dibandingkan enam komjen di atas. Tito kelahiran Palembang baru berusia 51 tahun dan lulusan Akpol 87. "Tito calon kapolri masa depan, bukan sekarang," kata Presidium IPW Neta S. Pane.
 
Komisioner Kompolnas M. Nasser meneguhkan, "(Tito) Masih terlalu muda untuk Kapolri, belum waktunya karena dapat memotong generasi. Tito diangkat jadi Kapolri tidak baik untuk organisasi kepolisian."
 
Tapi, lagi-lagi mesti diingatkan: penunjukan kapolri prerogatif presiden, terserah presiden. Dan, Presiden sudah memilih. Lagi pula, Presiden tak bakal semberono memilih calon Trunojoyo-1. Faktanya, Tito bukanlah polisi biasa. Dia termasuk rising star di angkatannya.
 
Karier Tito melesat berkat prestasi yang dicapainya. Pada 2001, Tito yang memimpin Tim Kobra sukses menangkap Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto, putra Presiden ke-2 Soeharto, dalam kasus pembunuhan Hakim Agung Syafiuddin Kartasasmita. Berkat sukses menangkap Tommy, Tito mendapat kenaikan pangkat luar biasa.
 
Tiga tahun kemudian, seperti dilasir metrotvnews ketika Densus 88 Antiteror Polda Metro Jaya dibentuk untuk membongkar jaringan terorisme di Indonesia, Tito yang saat itu menjabat Ajun Komisaris Besar (AKBP) memimpin tim yang terdiri dari 75 personel. Unit antiteror ini dibentuk oleh Kapolda Metro Jaya (waktu itu) Irjen Firman Gani.
 
Tito juga termasuk polisi yang mendapat kenaikan pangkat luar biasa saat tergabung dalam tim Densus 88 Antiteror, yang melumpuhkan teroris Azahari Husin dan kelompoknya di Batu, Malang, Jawa Timur, 9 November 2005. Ia turut mendapatkan kenaikan pangkat luar biasa menjadi Kombes.
 
Densus 88 Antiteror juga berhasil menangkap puluhan tersangka yang masuk dalam DPO di Kecamatan Poso Kota, 2 Januari 2007. Tito dan sejumlah perwira Polri lainnya juga sukses membongkar konflik Poso dan meringkus orang-orang yang terlibat di balik konflik tersebut.
 
Tito juga ikut bergabung dengan tim yang membongkar jaringan teroris pimpinan Noordin Moch Top. Atas sukses itu, Tito naik pangkat jadi Brigjen dan naik jabatan menjadi Kepala Densus 88 Antiteror Mabes Polri.
 
Pada 3 September 2012, Tito diangkat menjadi Kepala Polda Papua. Dua tahun kemudian dia digeser ke posisi Asisten Kapolri Bidang Perencanaan Umum dan Anggaran, sebelum akhirnya ditunjuk menjadi Kapolda Metro Jaya pada 5 Juni 2015.
 
Tak sampai satu tahun menjaga keamanan Ibu Kota, merujuk surat telegram bernomor ST/604/III/2016 tertanggal 14 Maret 2016) dipromosikan menjadi Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Secara otomatis pangkatnya naik menjadi bintang tiga atau komjen polisi. IR

KOMENTAR