Mahasiswa Kampar Kecewa: Beasiswa Belum Jelas, Pemkab Malah Sibuk Tata Ulang Taman Kota

Bangkinang — Kekecewaan mendalam disuarakan mahasiswa asal Kabupaten Kampar terhadap kebijakan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kampar. Mereka menyoroti aspirasi beasiswa yang tidak sesuai harapan mahasiswa.
Salah satu suara kritis datang dari Mhd. Hadi Wahyudi, mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Suska Riau asal Kampar, yang menilai Pemkab lebih memprioritaskan penataan ulang Taman Kota Bangkinang yang menelan anggaran hingga Rp3,8 miliar dibandingkan menyelesaikan tuntutan mahasiswa terkait beasiswa daerah.
Menurut Hadi, kebijakan tersebut mencerminkan ketidakpekaan pemerintah daerah terhadap kondisi mahasiswa Kampar yang selama ini berharap adanya bantuan pendidikan dari pemerintah. Ia menegaskan bahwa tuntutan terkait beasiswa sudah disampaikan beberapa bulan lalu, namun hingga saat ini tidak ada kabar baik yang dirasakan mahasiswa.
“Kami sudah menyampaikan aspirasi sejak lama, baik melalui diskusi maupun aksi, tetapi sampai sekarang tidak ada kejelasan. Ironisnya, justru Pemkab Kampar dengan cepat mengalokasikan dana miliaran rupiah hanya untuk mempercantik taman kota,” ujarnya.
Hadi menilai langkah Pemkab Kampar terlalu mengedepankan pembangunan fisik yang sifatnya kosmetik, sementara investasi jangka panjang berupa pendidikan terabaikan. Menurutnya, wajah kota yang indah tidak akan berarti banyak jika generasi mudanya kehilangan kesempatan untuk menempuh pendidikan karena kendala biaya.
“Taman kota bisa dibangun kapan saja. Tapi kesempatan mahasiswa untuk melanjutkan kuliah tidak bisa ditunda. Kalau kami putus kuliah karena tidak ada beasiswa, itu adalah kerugian besar bagi Kampar,” tegasnya.
Ia menambahkan, kondisi ekonomi yang sulit membuat banyak mahasiswa asal Kampar bergantung pada bantuan beasiswa. Absennya program yang jelas dari Pemkab, kata Hadi, menunjukkan lemahnya perhatian pemerintah pada pengembangan sumber daya manusia di daerahnya sendiri.
Lebih lanjut, Hadi mengingatkan bahwa mahasiswa adalah aset berharga bagi daerah. Di masa depan, merekalah yang akan berkontribusi bagi pembangunan Kampar. Oleh karena itu, pemerintah seharusnya lebih bijak dalam menentukan prioritas anggaran, bukan justru mengesampingkan kebutuhan mahasiswa.
“Kami tidak anti pembangunan. Tapi pembangunan yang hanya sibuk memoles taman kota, sementara generasi mudanya dibiarkan berjuang sendiri, jelas tidak seimbang. Pemkab harus berani mengutamakan pendidikan,” tutupnya.
Kritik ini menjadi refleksi dari suara mahasiswa Kampar yang merasa diabaikan. Mereka berharap Pemkab Kampar segera membuka ruang dialog serius dan merealisasikan program beasiswa agar tidak ada lagi generasi muda daerah yang terhambat dalam meraih pendidikan hanya karena persoalan ekonomi.