Rapat Khusus Kabupaten Kota Tanggap Darurat Narkoba, Gubri: Kita Harus Bersinergi

Inforiau - Gubernur Riau (Gubri) Syamsuar, Selasa (26/4/2022) membuka Rapat Koordinasi (Rakor) Pengembangan dan Pembinaan Kota/Kabupaten Tanggap Ancaman Narkoba (KOTAN).
Rakor kali ini mengambil materi "Implementasi Inpres Nomor 2 Tahun 2020 dalam Mendukung Perwujudan Kabupaten/Kota Ancaman Narkoba".
Dampak buruk narkoba saat ini sudah menjadi masalah dan ancaman global. Peredaran dan penyalahgunaan narkoba sangat memprihatinkan, tidak hanya terdapat di perkotaan tetapi telah meluas hingga lingkungan masyarakat desa dan pedalaman.
Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau bersama dinas dan lembaga terkait telah berkomitmen untuk memberantas penyalahgunaan dan peredaran narkoba, guna mendukung upaya tersebut tentunya bukan saja tanggung jawab pemerintah, tetapi tanggung jawab semua pihak.
Untuk itu, materi yang diangkat Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Riau dalam Rakor kali ini dinilai relevan dengan kondisi peredaran narkoba saat ini.
Gubernur Syamsuar menyebutkan Instruksi Presiden Nomor 2 tahun 2020 tentang Rencana Aksi Nasional P4GN Tahun 2020-2024 hadir dalam rangka menjawab tantangan terhadap penyalahgunaan narkoba melalui rencana aksi yang terintegrasi ke seluruh instansi baik tingkat pusat maupun tingkat daerah.
"Melalui Inpres tersebut semua pemangku kepentingan dituntut untuk bersinergi dan bersatu padu dalam program P4GN," ajak Syamsuar.
Menurut Syamsuar, kebijakan dan strategi dalam mewujudkan KOTAN merupakan upaya pengayaan orientasi visi Pembangunan Kota Berkelanjutan dan Berdaya Saing Pada Tahun 2045.
Kepala BNN Provinsi Riau, Robinson Siregar mengatakan bahwa Rakor Pengembangan dan Pembinaan KOTAN merupakan komitmen bersama dalam upaya pelaksanaan program pencegahan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika atau menciptakan Indonesia khususnya Provinsi Riau bersih dari narkoba atau Bersinar.
Berdasarkan hasil survei prevalensi, Robinson Siregar menyebutkan penyalahgunaan narkoba yang dilakukan BNN dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (ILPI), bahwa di 34 provinsi ditahun 2021 mencapai 1,95 persen atau sejumlah 3.666.000 jiwa.
"Angka ini mengalami kenaikan jika dibandingkan tahun 2019 prevalensinya 1,8 persen," ujar Robinson.*