RAPP Tersandung Gambut
Kamis, 12 Oktober 2017 18:10:35 1166

PT RAPP
Pekanbaru, inforiau.co- Perusahaan bubur kertas terbesar di Riau, PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) menghadapi badai. Ini disebabkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melayangkan surat kepada mereka yang pada intinya memutuskan bahwa RAPP tidak patuh terhadap peraturan gambut baru Indonesia. Konsekuensinya juga cukup fatal. Rencana Kerja Usaha (RKU) mereka untuk 10 tahun ke depan dinyatakan tidak sah. Artinya juga, RAPP dilarang beroperasi.
RAPP sendiri adalah sebuah perusahaan bubur kertas terbesar di Asia Tenggara yang berlokasi di Ibukota Kabupaten Pelalawan Provinsi Riau dengan induk perusahaan APRIL berbasis di Singapura. Dengan adanya keputusan tersebut, APRIL kehilangan basis hukum untuk operasi karena ketidakpatuhannya.
Keputusan berbasis hukum ini diambil oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI Siti Nurbaya Bakar dalam bentuk sebuah surat yang ditandatangani oleh Sekretaris Jenderal Kementerian Perhubungan Bambang Hendroyono (6 Oktober 2017) mengingat bahwa selama periode bulan tertentu, APRIL telah menunjukkan keengganan yang terus-menerus untuk mematuhi peraturan gambut baru tersebut.
Dilansir dari Foresthins.news, dari perspektif hukum, operasi perusahaan pulpwood didasarkan pada rencana kerja 10 tahun dan juga rencana kerja tahunan yang sedang berjalan. Pembatalan kedua rencana kerja ini sama dengan operasi perusahaan APRIL yang dinyatakan ilegal, sampai dan kecuali rencana kerja 10 tahun baru yang sesuai dengan peraturan gambut yang baru disetujui.
Sementara itu, Direktur Utaa RAPP dalam suratnya yang beredar Noor 100/RAPP-Dir/X/17 tentang Kegiatan Operasional HTI RAPP menyatakan supaya semua pihak dapat tenang.
''Maka dengan berat hati kami memberitahukan kepada seluruh kontraktor, pemasok, dan mitra bina PT RAPP bahwa ada kemungkinan berdampak terhadap operasional perusahaan . Untuk itu kami mohon agar saudara tetap tenang,'' katanya dalam surat itu.
Sebagaimana dirilis Foresthints.news (1 Oktober 2017), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI menetapkan batas waktu (2 Oktober 2017) agar PT RAPP menyerahkan rencana kerja 10 tahun yang telah direvisi. Namun, ternyata, isi rencana kerja yang direvisi tetap tidak sejalan dengan peraturan gambut baru.
Sejalan dengan perkembangan tersebut, di tingkat dasar, Dirjen Penegakan Hukum KLHK RI Rasio “Roy” Ridho Sani melakukan inspeksi berbasis darat terhadap salah satu perkebunan milik perusahaan APRIL yang berlokasi di lansekap Semenanjung Kampar Sumatera di Sumatera (5 Oktober 2017). Rasio menjelaskan bahwa bukti yang ditemukan selama pemeriksaan lapangan ini menunjukkan bahwa PT RAPP terus melakukan praktik business-as-usual dengan sepenuhnya mengabaikan peraturan gambut baru, misalnya dengan mengendalikan tingkat air dengan cara yang bertentangan dengan peraturan Pemerintah yang baru direvisi yang ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo pada awal Desember tahun 2016 lalu.
Lebih parah lagi, Direktur Jenderal juga menyaksikan secara langsung penanaman kembali akasia oleh perusahaan APRIL di kubah gambut (zona perlindungan gambut) pada saat masih mencoba untuk membeli waktu sebelum mengajukan rencana pemulihan gambut ke kementerian tersebut. Pada awal Oktober tahun 2017 ini (3 Oktober 2017), perusahaan APRIL tidak memiliki dasar hukum lebih lanjut untuk melakukan operasi lapangan seperti yang terlihat pada foto di atas, yang didokumentasikan selama pemeriksaan kementerian.
Dalam pemutakhiran lahan gambut APRIL yang merupakan hasil diskusi manajemen senior perusahaan yang tercakup dalam laporan ringkasan Kelompok Kerja Ahli Gizi Independen (6/06) berikut ini adalah: Tidak ada perubahan dalam peraturan lahan gambut sejak rilis Februari 2017. Masih ada kebutuhan untuk peta definitif agar diverifikasi di lapangan.Sehubungan dengan pernyataan ini seperti yang juga dilaporkan oleh Foresthins.news (30 Juni), manajemen senior APRIL benar-benar perlu meninjau kembali dokumen hukumnya sendiri yang telah diajukan ke KLHK.
Seperti dokumen hukum perusahaan APRIL menyatakan bahwa 70 persen konsesi di perkebunan Pelalawan-perkebunan di lansekap Semenanjung Kampar yang diperiksa oleh Direktur Jenderal Penegakan Hukum KLHK terdiri dari gambut dalam yang biasanya merupakan Kubah Gambut.
Namun analisis berbasis pemetaan LiDAR yang dilakukan oleh Deltares (2015) mengungkapkan bahwa hampir semua konsesi APRIL di lansekap Semenanjung kampar, termasuk perkebunan Pelalawan, terdiri dari gambut dalam.
Selanjutnya manajemen senior APRIL mengklaim bahwa proses revisi RKU (revisi 10 tahun kerja) oleh APRIL masih berlangsung dengan KLHK RI.
Namun, mengingat bahwa pernyataan ini diterbitkan pada tanggal yang sama (6 Oktober) bahwa kementerian tersebut mengumumkan rencana kerja 10 tahun yang sudah ada PT RAPP untuk menjadi rujukan tidak sah untuk operasi lapangan apapun, pernyataan tersebut dapat dianggap sudah usang.
Sementara itu, pihak PT RAPP melalui Head of Corporate Communications PT. Riau Andalan Pulp and Paper, Djarot Handoko menyatakan jika pihaknya sudah menerima surat dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
"Kami sedang mempelajari surat dari Kementerian tersebut dan berharap dapat mencapai solusi bersama yang komprehensif. Kami percaya bahwa Pemerintah dapat memberi kepastian iklim investasi dan bisnis di tengah meningkatnya kompetisi pasar global, di samping itu terus berupaya memberikan perlindungan bagi ribuan pekerja yang menggantungkan kehidupannya pada perkembangan industri kehutanan yang berkelanjutan" tulis Djarot Handoko melalui rilis yang disebar oleh kalangan wartawan di grup Whatapps, Selasa (10/10/2017).
"Merupakan tanggung jawab kami untuk memastikan bahwa rencana operasional kami tidak hanya melindungi lingkungan tapi juga melindungi hak-hak dari pekerja kami, masa depan keluarganya dan masyarakat lokal secara keseluruhan yang bergantung pada bisnis kami untuk kebutuhan ekonomi dan sosialnya. Terimakasih" tutup Djarot.ir
*ir