Soal Pembangunan Listrik, MPL Pusat Desak Mendagri Cermati Sikap 'Menyimpang' DPRD

Senin, 28 November 2016 13:47:19 779
Soal Pembangunan Listrik, MPL Pusat Desak Mendagri Cermati Sikap 'Menyimpang' DPRD
Ilustrasi
Pekanbaru, inforiau - Kepala Divisi Investigasi Masyarakat Peduli Listrik (MPL) Indonesia, Ramdhani, menilai saat ini ramai 'perilaku menyimpang'  beberapa institusi perwakilan rakyat di daerah sehingga membuat lambat proses pembangunan sarana dan prasarana kelistrikan yang dilakukan secara nasional. Gejala itu justru marak dimasa pemerintahan Presiden Joko Widodo.
 
"Planning pembangunan yang sudah diplot secara nasional, namun segelintir daerah malah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan kalangan pengusaha yang menjadi faktor pengganjal. Sehingga pembangunan yang diamanatkan untuk mempercepat peminimalisiran pemadaman bergilir menjadi terseok-seok," ujarnya, didampingi Kepala Perwakilan MPL Provinsi Sumatera Utara Muhammad Ridho dan Kepala Perwakilan MPL Provinsi Riau Supendy,  
 
Lebih lanjut ia mengatakan, seharusnya golongan yang disetarakan sebagai kelompok menengah tersebut bisa memicu percepatan pembangunan. Sebab mereka yang paling dominan jadi pengguna listrik rumah tangga dan industri.
 
"Saat ini kami analisa posisi beberapa DPRD sudah menjadi seperti duri dalam daging terhadap program unggulan Presiden Jokowi," sesalnya.
 
Program percepatan pembangunan sarana kelistrikan yang dibajui dengan Peraturan Presiden itu idealnya menjadi tatanan teknis yang harus dipatuhi oleh seluruh lapisan penyelenggara negara baik di skala nasional, provinsi dan kabupaten kota.
 
"Bukan malah aturan teknis itu diperdebatkan oleh DPRD apalagi oleh Pemda dan pihak swasta yang diberi fasilitas oleh negara," tegasnya.
 
Bagaimana mungkin, lanjutnya, pembangunan yang sudah disusun secara nasional tapi dari sisi kedaerahan malah bisa dianggap merugikan. "Apa iya DPRD lebih memiliki kelengkapan instrumen pengkaji dari pemerintah pusat?" kata Ramdhani heran.
 
Menurutnya, perilaku DPRD seperti ingin 'menghalangi' program itu dilakukan dengan menggunakan pendekatan regulasi 'kedaerahan'. Seakan mereka hendak mengatakan bahwa pembangunan nasional itu wajib harus mereka kaji lagi, seolah penguji yang lebih merasa mumpuni. 
 
Ia mencontohkan di Sumut, tepatnya di Kabupaten Simalungun. Wakil Ketua DPRD Simalungun menjadi seperti seorang eksekutor melakukan penghentian pembangunan dijalur transmisi 275 kV Gardu Induk (GI) Galang-Simangkuk. Jalur ini melintasi Simalungun.
 
Hanya dengan memakai dalih bahwa tower (TW) nomor 206 terletak di atas lahan milik Pemkab Simalungun maka dengan arogan DPRD menjadi seperti kebakaran jenggot. Seperti DPRD saja pemilik tapak TW itu.
 
"Itu tdak rasional, masa institusi yang hidupnya dibiayai oleh uang negara tetapi didalam bersikap menjadi seperti musuh negara," ungkapnya.
 
Di Kota Dumai lebih unik lagi, Ketua DPRD setempat sampai harus membuat surat formal bernomor 005/574/DPRD tanggal 25 November 2016 yang intinya melarang PT PLN (Persero) untuk meneruskan pembangunan TW pada jalur GI Dumai menuju GI Kawasan Industri Dumai.
 
Mereka menggunakan dalih ada keberatan warga di wilayah Bunga Tanjung, Kelurahan Ratu Sima, Kota Dumai. "Apakah itu benar? Ternyata tidak. Sebab terbukti, di kabupaten atau kota lain di Provinsi Riau justru hanya di Dumai yang aneh," timpal Supendy.
 
Setelah ditelusuri dengan cermat, peristiwa itu lagi-lagi dikarenakan ada perumahan mewah yang terlintasi jalur TW tersebut. Kami duga, itu menjadi salah satu pemantiknya selain pengkondisian dari seseorang mantan tim sukses wakil Ketua DPRD Kota Dumai saat Pileg 2014 lalu. 
 
Lain DPRD, lain pula sikap perusahaan yang sudah berpuluh tahun menikmati keuntungan dari lahan milik negara berupa Hak Guna Usaha (HGU). Salah satunya PT PP London Sumatra Indonesia Tbk karena di atas sebahagian kecil HGU mereka terlintas jalur transmisi 275kV Galang-GI Binjai.
 
Pemilik kebun di Desa Batu Gingging Deliserdang yang 'menyusu' dari perusahaan Indofood itu memberikan reaksi berlebihan layaknya dia pemilik mutlak tanah. Sepertinya lahan itu didapat dengan cara membeli dari pihak swasta, padahal itu tanah negara.
 
"Kami menjadi ragu dengan kualitas kepedulian Indofood terhadap lingkungannya karena perusahaan dibawah kontrol mereka berperilaku demikian. Pernah juga perusahaan itu dikritik DPRD Deliserdang karena tidak peduli saat kebunnya akan dilalui tiang PLN untuk mendistribusikan listrik ke desa Naga Timbul," paparnya.
 
Berbagai kendala di daerah tersebut adalah sekelumit persoalan yang kemudian membebani kinerja PT PLN (Persero) sehingga mengalami perlambatan pembangunan. Seakan mereka tidak patuh pada perintah Presiden. Akhirnya, masyarakat juga yang akan menderita tetap alami pemadaman.
 
"Ini menjadi penting untuk kami sampaikan agar pemerintah pusat khususnya Menteri Dalam Negeri bisa cepat menanganinya. Jangan dibiarkan kelompok yang seharusnya memiliki kepedulian terhadap masyarakat umum tetapi malah mempolitisir persoalan seakan-akan pembangunan itu malah menjadi momok bagi masyarakat," tegas Ramdhani. *

 

KOMENTAR