Dengan Gaji Rp 4 Juta Sudah Bisa Cicil Rumah, Bagaimana Caranya?

Senin, 13 Februari 2017 02:25:00 792
Dengan Gaji Rp 4 Juta Sudah Bisa Cicil Rumah, Bagaimana Caranya?
Foto: Agung Pambudhy

Jakarta, Inforiau.co - Pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) telah menyiapkan pembiayaan bagi para pekerja informal seperti pedagang, untuk bisa menyicil rumah.

Program ini masuk ke dalam Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) dalam rangka menyediakan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

Syaratnya, memiliki tidak lebih penghasilan Rp 4 juta dan belum memiliki tempat tinggal. Caranya nanti para pekerja informal mengajukan KPR ke bank dan nanti akan dinilai apakah memiliki kemampuan yang stabil untuk melakukan pengajuan kredit.

Sebab, pihak bank harus benar-benar memastikan kondisi keuangan nasabah supaya tidak terjadi kredit macet dan merugikan bank.

"Bisa tapi itu keputusannya ada di perbankan. Kenapa? Karena KPR itu dananya disalurkan oleh perbankan, risikonya ada di perbankan, bukan di pemerintah, Oleh karena itu keputusannya ada di perbankan. Jadi kalau perbankan misal sudah melakukan analisa, oh ini belum memenuhi syarat atau ini akan menjadi kredit macet, ya bank tidak akan penuhi," ujar eks Direktur Jendral Pembiayaan Perumahan Kementerian PUPR, Maurin Sitorus, yang baru saja pensiun, Senin (13/2/2017).

Untuk mengetahui kestabilan keuangan, bank meminta pemohon untuk menabung selama 6 bulan. Di masa tersebut bank melihat konsistensi dari apa yang dia hasilkan dan ditabung sehingga jika dinyatakan stabil bisa mengajukan cicilan rumah, tetapi jika berisiko tinggi akan ditolak.

"Makanya bank itu biasanya minta dulu pekerja informal ini menabung selama 6 bulan supaya dia (bank) bisa melakukan prediksi kemapuan seperti apa penghasilan pekerja informal ini. Kalau misal dia bisa menabung stabil Rp 3 juta per bulan, berarti income dia stabil realatif kemungkinan kredit macet tidak ada. Tapi kalau dia bulan pertama menabung, bulan 2-3 tidak dan 4 bisa menabung. Ini termasuk resiko tinggi," ujar Komisaris PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) ini.

Ia mengatakan, bank akan melakukan survei ke rumah warga atau ke tempat dia bekerja, misalnya yang mengajukan kredit adalah pedagang di kios A maka nanti pihak bank ada yang mengamati 'ramai' atau tidaknya toko tersebut.

Namun, yang dirasa sulit adalah ketika pedagang yang mengajukan KPR dengan lokasi yang berpindah-pindah karena pihak bank sulit menilai kemampuan finansial pemohon.

"Dia tidak boleh lebih tinggi dari Rp 4 juta penghasilannya. Kalau pekerja informal ini atas asessment dia sendiri karena kalau pekerja informal itu berdasarkan penghasilan rata-rata per bulan dan misal per hari berapa. Biasanya bank itu turun nanti ke lapangan dan mengamati," ujar Maurin.

"Bank nanti menentukan, jadi tergantung prospeknya dia dan mudahnya bank lakukan assesment. Kalau misal dia (jualan) di Tanah Abang ada kios melihat oh tiap hari ramai. Memang kalau kita lihat para pedagang informal sangat bervariasi, ada yang berpindah-pindah seperti pedagang bakso agak susah dilakukan penilaian, itu sangat bervariasi, treatment-nya beda," ujarnya.

Selain itu syarat lainnya pekerja harus memberikan surat pernyataan bahwa rumah tersebut harus ditempati ketika diterima pengajuan kreditnya.

Ia menegaskan rumah tidak boleh dibeli lalu ditelantarkan karena pihak Kementerian PUPR dan bank akan melakukan survei untuk mengecek, jika tidak ditempati bisa dicabut.

"Surat pernyataan rumah itu harus ditempati, tidak boleh dibeli lalu ditelantarkan. Karena bank juga melakukan surveinya dan kementerian PUPR juga survei. Itu bisa 2 kali setahun bisa juga tergantung term dan kondisi. Itu di seluruh wilayah," ujarnya. dtc

KOMENTAR