Kami Tidak Mudah Dikalahkan

Kamis, 14 September 2017 06:25:12 975
Kami Tidak Mudah Dikalahkan
Tim pacu sampan inforiau walaupun tertinggal saat mengikuti lomba pacu sampan tetap berjuang dengan keras untuk menjadi pemenang
Oleh Saidul Tombang
 
Bisnis akan stabil bila sudah menginjak tahun ketiga. Itu kalau tidak ada tsunami yang melanda. Tapi bisnis media, terutama di Riau, kini memang sedang dilanda masalah. Musim romantis sudah berlalu. Bunga-bunga sudah gugur. Pohon media kini meranggas seperti kehilangan cergas.
 
Benarkah binsis media menuju masa suram? Seperti matahari mau tenggelam? Bahkan lebih parahnya, benarkah media, terutama cetak sudah di ambang kepunahan? Dia menjadi sunset business yang tidak menarik untuk berinvestasi?
 
Lalu, saya kembali kepada fakta sejarah ketika pertama kali mesin cetak ditemukan Johan Guttenberg. Media sudah menjadi ladang bisnis yang menarik. Lalu, tiba-tiba muncul radio. Orang-orang pun meramal bahwa media cetak bakal tutup. Radio mudah didapat, mudah dicerna, dan yang pasti gratis. Tapi media cetak tetap masih hidup.
 
Tak cukup, kemudian muncul televisi. Bersuara, bergambar, audience mendapatkan informasi dan hiburan lebih hidup. Orang pun mengatakan bahwa radio dan media cetak akan tutup. Namun pada kenyataannya media cetak dan radio masih hadir sampai hari ini. 
 
Kemajuan teknologi mengantarkan jaringan internet sampai ke pelosok. Media cetak versi online, pemberitaan versi online, radio versi online, televisi versi online, pun menjamur. Tentulah orang meramal bahwa media-media konvensional dan kolot itu diramal bakal ditutup.
 
Tapi, semua media itu masih ada. Sampai hari ini.
 
Inforiau menumbuhkan semangat untuk menjadi pemenang harus tetap dipupuk dan dipelihara tanpa membunuh ataupun mencurangi kompetitor. Itulah sesungguhnya kompetisi yang sehat dalam berbisnis maupun kompetisi lainnya.
 
 
Tidak ada kanibalisme dalam industri media. Radio tidak membunuh koran. Televisi tidak membunuh radio dan koran. Internet juga tidak akan membunuh televisi, radio, dan koran. 
Lalu, apa yang menyebabkan media berada di masa kritis? Selalu ada dua jawaban dari saya. Orang media kehilangan rasa kritis dan kehabisan kreativitas. Wartawan sudah dicucuk hidung oleh pemilik media. Pemilik media juga kehilangan strategi untuk mengembangkan usaha.
 
Padahal, rasa kritis wartawan adalah ruh pemberitaan. Bila sudah tidak kritis, hilanglah ketajaman berita. Hilanglah satu pilar fungsi pers. Sedangkan kreativitas usaha juga seperti itu. Divergensi usaha, differensiasi produk, marketing mix, adalah ruh dalam menjalankan roda bisnis. Bila rasa kritis wartawan dan kreativitas pemilik media bisa digabungkan, insya Allah kita masih bisa membuat langit cerah. Bisa menghadirkan pelangi.
 
Bagaimana dengan Inforiau? Begitulah. Media yang berumur tiga tahun ini memang tersadai di puncak badai. Dia tergerus arus. Inforiau berada di labirin bisnis yang sinis. Kami masih berkutat dengan masalah kritis dan krisis. Kami masih harus mempertajam motif dan karya kreatif. 
 
Tapi, kami yakin. Saya sebagai kapten kapal masih sangat optimis dengan bisnis ini. Karyawan yang memang sudah ramping, baik dari sisi jumlah maupun ukuran tubuh, juga sangat optimis akan bangkit dan lepas dari badai ini. Kami adalah anak muda yang tangguh. Kami adalah anak muda yang kukuh. Kami tidak mudah dikalahkan. Karena kami punya tangan. Kami juga punya Tuhan!
 
Selamat ulang tahun ke-3 Inforiau. Ini bukan yang terakhir. Masih ada masa depan yang lebih panjang dan luar biasa untuk kita semua.***
 
editor : asa

KOMENTAR