Kerajaan Kandis, Menelusuri Jejak Negeri yang Hilang di Belantara Kuansing

Inforiau.co - TELUKKUANTAN - Sejarah pemberian nama Kabupaten Kuansing pada awalnya diambil dari dua nama Sungai yakni Kuantan dan Singingi pada masa awal masih banyak dipertentangkan. Menurut buku Sejarah Pembentukan Kabupaten Kuantan Singingi terbitan (2010).
Berdasarkan artikel yang pernah ditulis Ketua Majelis Kerapapatan Adat LAMR Pebri Mahmud pada tahun 2014 silam tentang penelusuran atau mencari jejak Negeri yang hilang Kerajaan Kandis di Kuantan.
Negeri Rantau Kuantan pada awalnya adalah wilayah suatu Kerajaan yang dikenal sebagai Kerajaan Kandis diperkirakan berdiri pada Abad 8 M pada masa itu berpusat di Padang Candi Dusun Botuang Desa Sangau Lubuk Jambi, Kecamatan Kuantan Mudik.
Kemudian pindah ke Sintuo Teluk Kuantan. Kerajaan Kandis sebagai cikal bakal negeri Rantau Kuantan terdapat dalam berbagai sumber, baik sumber tertulis, maupun sumber cerita rakyat (forklore) dan bukti-bukti kepurbakalaan (Swardi, 1999).
Kerajaan Kandis juga disebutkan dalam kitab Negara Kertagama karangan Mpu Prapanca bahwa daerah-daerah di Sumatera yang termasuk dalam kekuasaan Kerajaan Majapahit diantaranya disebutkan pula Kandis.
Pemangku Adat di Lubuk Jambi mengatakan bahwa Kerajaan Kandis sebelum pindah ke Sintuo berlokasi di Bukit Bakar tepatnya berada di bagian Hulu Sungai Batang Antan.
Tepatnya, dalam kawasan hutan lindung Bukit Betabuh masuk dalam wilayah adat Lubuk Jambi. Sedangkan Situs Padang Candi merupakan bekas Kerajaan Koto Alang.
Kerajaan ini merupakan pecahan dari Kerajaan Kandis. Dalam cerita adat disebutkan bahwa raja dari kerajaan Kandis bernama Raja Dharmaswara dengan julukan Datuk Rajo.
Berdasarkan sumber yang berhasil dikumpulkan Ketua Majelis Kerapatan Adat LAMR ini, maka penemuan situs yang ada saat ini memiliki kaitan erat dengan sejarah masa lampau.
Seperti baru-baru ini, penemuan Bukit baru berbetuk Piramid di Desa Pantai lokasinya berada di tengah hutan. Bentuknya sama persis dengan Piramid yang ada di Mesir pada zaman Ramses 1 hingga terakhir atau lebih dikenal dengan sebutan firaun.
Meskipun secara kedudukan pusat pemerintahan kerajaan kandis tidak berlokasi di daerah ini, tapi di Batang Lagan, akan tetapi di Desa Pantai ini pernah berdiri Kerajaan Pinang Merah.
Kerajaan ini menurutnya, masih merupakan pecahan Kerajaan Kandis, maka secara geografis situs ini sangat memungkinkan sisa-sisa peninggalan Kerajaan Pinang Merah yang diyakini memiliki kegunaan tertentu pada masanya.
Bukti lain tentang keberaadaan Kerajaan ini juga diperkuat dengan hasil penelitian yang dilakukan Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI) sebanyak tiga kali, pertama tahun 2005, kedua 2007 dan terakhir pada tahun 2010 seperti penemuan sisa bangunan dari bersusun dari bata merah.
Kemudian, temuan lainnya adalah pecahan wadah dari jenis keramik asing (non local). Jenis temuan ini analisis tidak saja dalam bentuk asal (utuh) pecahan tersebut, tetapi juga analisis tempat asal dan asal masa (priode) keramik tersebut dibuat.
Dari analisis bentuk asal (utuh ) pecahan keramik asing di situs Padang Candi yang masih berada di Lubuk Jambi ini terdiri dari bentuk wadah : mangkuk, tempayan, guci, buli-buli (guci kecil), pasu, vas, tutup dan beberapa pecahan sudah sudah sangat sulit untuk diketahui bentuk asalnya.
Sungguhpun demikian pecahan tersebut diketahui adalah keramik Cina masa dynasty Song khususnya masa dynasty Song utara abad 11-12 M merupakan keramik yang terbanyak ditemukan.
Selanjutnya, Populasi keramik asing kedua banyak ditemukan adalah keramik masa 5 dinasty atau masa dinasti Tang akhir yaitu abad 9- 10 M dari jenis Yue ware.
Keramik Cina lainnya yang ditemukan di situs ini adalah keramik masa dynasty Yuan abad 13-14 M dan keramik masa dinasty Ming dari abad 16-17 M jenis Swatow ware.
Selain keramik asal Cina, keramik asing asal Asia Tenggara juga ditemukan antara lain keramik Vietnam (atau Annamese Ware) dan keramik Thailand, keduanya berasal dari abad 15-16 M.
Temuan yang cukup signifikan pada situs ini adalah temuan berupa prasasti lempengan emas. Prasasti ini berjumlah 2 buah, bukti ini ditemukan olah penduduk setempat ketika membangun fondasi rumah dalam bentuk gulungan.
Prasasti pertama, berukuran panjang 8 cm, lebar 3 cm, tebal 1 mm bertulisan aksara Jawa Kuno dan berbahasa Sanskerta. Berdasarkan hasil pembacaan oleh epigraf Dr. Rita M.S., prasasti tersebut berisikan mantra-mantra agama Buddha. (Soedewo, Ery ; 2009).
Lembar prasasti kedua yang ditemukan tidak jauh dari lembar pertama, tidak begitu dapat di baca karena kondisi huruf/aksaranya sudah tidak begitu jelas.
Prasasti yang kedua ini ditemukan dalam kondisi tergulung ( sama seperti prasasti pertama) dan di tengah gulungnya terdapat batu mulia (mirah?) yang sudah terbelah ( Eka Asih P. Taim, dkk:2010).
Maka untuk membuktikan hasil temuan lainnya, situs yang ada di beberapa Wilayah Lubuk Jambi ini perlu dilakukan penelitian lanjutan dan peran pihak pemerintah Daerah sangat diperlukan untuk menggali potensi wisata bernilai budaya dan sejarah ini