Ketika SBY Angkat Suara

Kamis, 03 November 2016 09:48:25 1253
Ketika SBY Angkat Suara

Jakarta, inforiau - Saat beberapa pihak melayangkan tuduhan bahwa ada gerakan politik dan partai berada di balik layar demo 4 November 2016, dan sebagian lagi langsung mengalamatkan tuduhan kepada Partai Demokrat, sontak sang Ketua Umum langsung angkat suara.


Secara khusus, Presiden Ke-6 RI tersebut langsung menyampaikan konferensi pers, di Cikeas, Bogor, Rabu (2/11/2016): Berikut beberapa petikannya.
Saya akan mulai dari bagaimana kita melihat situasi terkini. Yah minggu ini politik di negeri kita menghangat. Bukan hanya di Jakarta tapi juga di seluruh Tanah Air. Kita saksikan hari-hari terakhir ini banyak pertemuan parpol. Misalnya Pak Presiden kita Pak Jokowi bertemu dengan Pak Prabowo Subianto.


Kemarin saya bertemu dengan Wapres Jusuf Kalla dan Menko Polhukam Wiranto dan para wartawan juga sudah mengetahuinya dan banyak lagi saya pantau pertemuan-pertemuan politik termasuk statement yang dikeluarkan para tokoh-tokoh politik itu. Saya memandang semuanya itu baik, saya yakini niatnya baik dan jangan kalau pertemuan politik yg dilakukan mereka-mereka yang di luar kekuasaan lantas dicurigai.
Intelijen harus akurat, jangan berkembang menjadi intelijen yang ngawur dan main tuduh. Saya kira bukan intelijen seperti itu yang harus hadir di negeri tercinta ini karena amanah reformasi kita jelas, kita ingin merefeormnasi tatanan budaya yang cara-cara yang dulu terjadi di era otoritarian yang tidak tepat kita ubah menjadi tatanan yang tepat dengin iklim dan suasana negara demokrasi.


Masih berkaitan dengan situasi politik sekarang ini saya juga menyimak banyak sekali seruan, boleh unjuk rasa, tapi jangan anarkis. Saya setuju bukan hanya 100 persen, 300 persen, itu juga seruan PD. Itu juga seruan SBY yang Alhamdulillah dengan izin Allah memimpin Indonesia selama 10 tahun beberapa saat yang lalu.


Unjuk rasa di negeri ini, unjuk rasa di sebuah negara demokrasi yang tertib adalah ya unjuk rasa yang damai, yang tertib, sesuai aturan, dan tidak merusak. kalau unjuk rasa destruktif, menangis kita semua. Tidak mudah membangun negeri ini secara bertahap, bertingkat dan berlanjut, break to break dari generasi ke generasi. oleh karena itu hasil pembangunan janganglah dalam waktu yang sekejap katakanlah begitu tiba-tiba harus dirusak.
Saya tidak alergi dengan unjuk rasa. Saya buktikan dulu selama 10 tahun dan meskipun 10 tahun pemerintahan yang saya pimpin ibaratnya tidak sepi dari aksi unjuk rasa. Pemerintahan kami tidak jatuh, ekonomi tetap tumbuh, saya masih bisa bekerja, siapa bilang tidak bisa bekerja. Kalau tidak bisa bekerja bagaimana ekonomi tumbuh dan lain-lain yang telah kita capai dulu.


Intelijen dulu juga tidak mudah melaporkan kepada saya sesuatu yang tidak akurat. Saya senang polisi dan jajaran aparat keamanan juga tidak main tangkap apalagi main tembak. Tadi malam saya juga berbincang-bincang dengan Pak Jusuf Kalla. Kami generasi yang lebih tua, ingat dulu peristiwa tahun 1966 yang melibatkan mahasiwa UI tahun 1998 yang melibatkan mahasiswa Trisaksti gara-gara main tembak terjadilah prahara maha besar yang mengubah sejarah di negeri kita ini. Kita harus memetik pelajaran sejarah di masa silam.


Dulu saya tidak pernah dengan mudah menuduh ada orang-orang besar mendanai aksi-aksi unjuk rasa, ada orang besar menggerakkan unjuk rasa. Kalau dikaitkan situasi sekarang kalau ada informasi atau analisis intelijen seperti itu, saya kira berbahaya. Menuduh seseorang, menuduh sebuah kalangan, menuduh sebuah parpol, melakukan seperti itu, itu fitnah, fitnah lebih kejam daripada pembunuhan. I tell you. Yang kedua, menghina. Rakyat bukan kelompok bayaran. Urusan hati nurani tidak ada yg bisa mempengaruhi, uang tidak ada gunanaya. Apalagi ukuran akidah. Banyak di dunia ini mereka rela mengorbankan jiwanya demi akidah. Memfitnah orang yang dilaporkan itu, parpol atau pihak-pihak yang dilaporkan itu. Nama analisis intelijen sekaligus menghina.


Saudara-saudara, berbahaya jika di sebuah negara ada inteligent failure dan inteligent error. Ini istilah intelijen. Inteligent failure, misalnya laporannya itu berlebihan atau kurang. Aman saja Pak, tenang-tenang saja, sudah tidur-tidur saja, ini nggak ada apa-apa, ini paling demokrasi 500 orang, tiba-tiba 50.000, terjadi sesuatu semua tidak siap, that is inteligent failure. Kalau inteligent error analisisnya bengkok, datanya tidak ada, faktanya tidak ada dikait-kaitkan, ambil sumber sosmed, termasuk buzzer, dianalisis, ah pasti ini yang menggerakkan, pasti ini yang mendanai. Itu intelegent error, so it is very-very dangerous. Kehidupan bernegara dipenuhi info laporan-laporan, bisikan-bisikan atau pun yang mengatakan dirinya inteligent report.


Saudara-saudara sekarang saya menyampaikan pandangan sikap dan rekomendasi Partai Demokrat, bagaimana sebaiknya kita semua menyikapi rencana gerakan unjuk rasa 4 November mendatang. Kita ini sering gaduh, grusa-grusu, panik dan bertindak reaktif dan tak menentu. Sibuk tapi valuenya tidak ada, kita sering tidak tidur untuk melakukan bbanyak hal, untuk mengatasi masalah. Ternyata masalah tidak bisa diatasi. Oleh karena itu kami berpendapat dengan apa yang terjadi, yang bergulir dari hari ke hari, dari jam ke jam, saya pantau saya dengarkan, saya analisis, saya punya insting dan naluri. Yang terpikir barangkali yang dilaksanakan barangkali bagaimanapun unjuk rasa harus kita cegah, harus kita gembosi, sekat tutup di luar Jakarta, jangan sampai ada yang masuk dari daerah-daerah yang lain dari provinsi yang lain.


Langkah-langkah itu boleh dikatakan tidak salah. Tidak salah dalam arti akan jauh lebih baik tidak perlu harus ada unjuk rasa, apalagi unjuk rasa yang besar. Apalagi yang bisa anarkis, tetapi masalah selesai sepanjang masalah itu bisa diselesaikan. Itu yang terbaik nilainya 100, A+.


Mari kita bertanya sekarang, sebenarnya apa masalah yang kita hadapi ini. Apa masalahnya saudara-saudara dan kenapa di seluruh Tanah Air, bukan hanya di Jakarta, saya kira semua memantau di Sumatera, di bagian Jawa yang lain, di luar Jawa yg lain, rakyat melakukan protes dan unjuk rasa. Tidak mungkin tidak ada sebabnya. Mari kita lihat dari sebab akibat. Pasti adalah yang diprotes, yang dituntut. Tidak mungkin tidak ada ribuan rakyat berkumpul hanya untuk happy, happy, jalan-jalan, lama tidak lihat Jakarta misalnya itu. Barangkali karena merasa yang diprotes itu dan tuntutannya itu tidak didengar. Nah kalau sama sekali tidak didengar, diabaikan, sampai lebaran kuda masih akan ada unjuk rasa. Ini pengalaman saya, 10 tahun memimpin, banyak unjuk rasa, 5 tahun jadi menteri banyak unjuk rasa.


Mari kita bikin mudah urusan ini, jangan dipersulit. Minta maaf. Sekali lagi mari kita bikin mudah. Mari kita kembali ke kuliah manajemen dan metode pemecahan persoalan. Itu semester satu kuliah. Yang kuliah di ilmu manajemen, ilmu kepimimpinan.


Begini, Pak Ahok gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dianggap menistakan agama. Ayo kita kembali ke situ dulu. Penistaan agama itu secara hukum tidak boleh dan dilarang. Kembali ke sistem hukum kita, kembali ke KUHP kita. Di Indonesia sudah ada yurisprudensi, sudah ada presiden, sudah ada penegakan hukum di waktu yang lalu menyangkut urusan ini. Yang terbukti bersalah juga telah diberikan sanksi.


Jadi kalau ingin negara kita ini tidak terbakar oleh amarah para penuntut keadilan, jangan salah kutip, negara ini tidak terbakar oleh amarah para penuntut keadilan. Pak Ahok ya mesti diproses secara hukum. Jangan sampai beliau dianggap kebal hukum. Ingat quality before the law. Itu bagian dari demokrasi, negara kita negara hukum. Kalau perlu diporses tidak perlu ada tudingan Pak Ahok tidak boleh disentuh. Bayangkan do not touch Pak Ahok, bayangkan.
Nah setelah Pak Ahok diproses secara hukum, semua pihak menghormati. Ibaratnya jangan gaduh, cegah tekanan dari mana pun. Baik tekanan yang mengatakan kepada penegak hukum, pokoknya Ahok harus bebas atau tekanan pokoknya Agus, ulangi, pokoknya Gubernur Ahok harus dinyatakan bersalah. Tidak boleh, serahkan kepada penegak hukum apakah Pak Ahok tidak bersalah nantinya atau bebas atau Pak Ahok dinyatakan bersalah.


Pak Ahok bisa terbukti bersalah, sebaliknya Pak Ahok bisa juga terbukti tidak bersalah. Dengarkan kesaksian pihak-pihak yang patut memberikan saksi. Saksi ahli siapapun silakan. Ayo kita mendidik diri kita semua dengan menghormati proses penegakan hukum. Hukum sebagai panglima dengan catatan para penegak hukum amanah, menjalankan tugasnya dengan benar, tanpa tekanan dari siapapun, harus kita terima apapun hasilnya.
Yah mungkin ada yang berkomentar begini. Nah kalau begini mungkin ada motif politiknya dong. Wong Pak Ahok ini sedang jadi cagub, kok tiba-tiba harus dilakukan proses hukum, berarti ada politiknya, berarti tidak fair, berarti mengganggu Beliau untuk menjalankan tugas sebagai cagub.


Bahkan barangkali lebih jauh, ya kalau begitu ada pihak menginginkan Pak Ahok tidak terpilih lagi jadi gubernur. Saya dengar luar biasa ini, mari kita lihat, negara ini negara kita sendiri. Jakarta ini milik kita semua yang di Jakarta.
Mari kita lihat dengan pikiran jernih. Apa yang diucapkan oleh Pak Ahok, yang dilakukan oleh Pak Ahok berkaitan dengan Surat Al Maidah 51 sebenarnya bukan pelanggaran aturan KPUD. Bukan termasuk aturan kampanye ansich. Kalau ditarik-tarik ada juga kaitannya, tapi sebetulnya bukan di situ letaknya. Tapi ini berkaitan dengan pidana. baik ada pemilihan atau tidak pemilihan gubenur, tetap harus diselesaikan. Tolong dipisahkan. Dan kalau ada proses penegakan hukum menurut pandangan saya, Pak Ahok tidak kehilangan statusnya untuk juga menjalankan kampanye menghadapi pemilihan gubernur DKI Jakarta yang pemungutan suara akan dilakukan pada 15 Februari 2017 mendatang.
Jangan sampai saudara-saudara 200 juta rakyat Indonesia nasib dan masa depannya disandera oleh urusan satu orang. Saya kira tidak benar kehidupan bernegara ini macet karena urusan satu orang yang tidak bisa kita selesaikan secara benar, tepat dan bijak.*1

KOMENTAR