Memahami Makna Persyarikatan Dalam Muhammadiyah

OPINI
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Muhammadiyah didirikan dalam rangka untuk mencerdaskan umat dengan mengikuti ajaran Islam berdasarkan Qur’an dan Sunnah Nya mengikuti ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad Rasulullah SAW.
Organisasi Muhammadiyah berbentuk persyarikatan. Konsep persyarikatan artinya perhimpunan yakni gabungan atau kumpulan, maknanya ialah himpunan orang-orang yang merasa sepaham dan sehaluan tuju dalam mengikuti ajaran Nabi Muhammad Rasululullah SAW yang berpedoman kepada Alqur’an dan Sunnah.
Bilamana ia adalah sebuah himpunan, maka ia menghimpun orang-orang atau sekolompok orang untuk satu tujuan dalam aturan yang disepakati bersama/
Dalam himpunan orang-orang itu tidak dikedepankan pangkat, gelar, dan jabatan. Tidak pula dikembangkan dogma atau patron dimana diterapkannya konsep hubungan atasan dan bawahan. Namun yang dikedepankan dalam Muhammadiyah hendaknya adalah semangat kekeluargaan yang disebut silaturahim, yang artinya hubungan kasih sayang.
Dalam membina hubungan kasih sayang antar sesama mukmin, yang tua dimuliakan, sama tua dihormati, yang muda dikasihi. Hal ini tentu saja juga berlaku kepada semua orang.
Jadi, dalam Muhammadiyah tidak dikenal adanya konsep atasan bawahan, namun hanya sebagai rangkaian struktur tugas dalam organisasi. Meski ada organ-organ pengurus atau bidang-bidang tugas yang dibagi, tentu saja menjadi kelengkapan saja dalam menyusun dan mengatur bidang tugas masing-masing anggota dalam kebersamaan itu, agar apa yang dikerjakan dapat dilakukan dengan tertib dan teratur.
Tujuannya lain tidak bukan untuk menunjukkan adanya kekuasaan ataupun hak yang lebih dari yang lainnya. Melainkan setiap orang bertugas sesuai dengan aturan yang ada.
Namun seiring dengan perkembangan hubungan sosial dan dinamika kehidupan masyarakat yang telah bercampur baur saat ini, mulai muncul sikap dari sebagian orang yang merasa bahwa dirinya atasan dalam organisasi persyarikatan Muhammadiyah.
Padahal konsep dalam organisasi persyarikatan Muhammadiyah adalah musyawarah (apa kata orang banyak), yang dijadikan sebagai keputusan tertinggi dalam organisasi. Panduan dalam musyawarah tentu haruslah kembali kepada Qur'an dan Sunnah Nya dalam bentuk hikmah.
Sikap merasa diri atasan dan berhak memerintah yang mulai berkembang dalam persyarikatan Muhammadiyah tentu adalah sebuah penyimpangan semangat dalam bermuhammadiyah. Hal ini sangat disayangkan. Karena Rasulullah SAW sendiri sangat tegas melarang ummatnya untuk menindas dan memperbudak manusia lainnya.
Kalau dahulu kekuasaan di masa Rasulullah SAW dipegangnya langsung, karena ia adalah Utusan Allah dan Nabi (pilihan) Allah yang menyampaikan wahyu daripada Allah SWT, saat ini kekuasaan diberikan dan atau didapatkan dalam bentuk mandat yang diberikan oleh anggota.
Wadah atau forum yang dapat memberikan mandat kekuasaan kepada seseorang itu dikenal dengan musyawarah atau dengan sebutan lain pemilihan. Kekuasaan yang diberikan anggota, mestinya digunakan untuk menyatukan dan mempermudah tercapainya tujuan bersama dalam organisasi itu, bukan justeru sebaliknya digunakan untuk mencapai tujuan sendiri atau kelompok.
Nabi Muhammad Rasulullah SAW sebagai ikutan kita, justeru adalah pembebas umat manusia dari segala macam perbudakan. Ia dibangkitkan untuk memperbaiki akhlak budi manusia.
Secara hakikat Muhammad Rasulullah SAW lah yang mengeluarkan ummatnya dari kegelapan kepada yang terang benderang. Artinya Muhammad Rasullullah SAW itu mengajak manusia agar mengikuti imannya yang ada di dalam dada, agar berbuat dan bertindak berdasarkan sifat sidiq, amanah, tablig dan fatanah; yang dapat kita pahami agar kita semua berusaha mengikuti sifat Rasul yang mulia tersebut, yakni benar, dapat dipercaya, lalu menyampaikan, dan cerdas bijaksana.
Sifat mulia rasul ini yang harus menjadi landasan orang-orang yang mengaku mengikut Muhammad.
Dalam perwujudannya pada kehidupan sehari-hari kita yakni apa-apa yang kita lakukan dalam apa jua aktifitas dan bidang kehidupan, haruslah berpedoman kepada sifat rasul yang benar dalam berbuat dan berkata (sidiq), dapat dipercaya perkataan dan perbuatannya (amanah), lalu Ia menyampaikan (tabligh) kebenaran yang ada dalam hati nurani nya itu (yaitu al haq), bukan menyampaikan kebohongan, hasut dan fitnah. Serta terakhir meskipun ia benar hendaklah ia menyampaikan dengan penuh kearifan, secara cerdas dan bijaksana.
Demikianlah tulisan singkat ini disampaikan, semoga ada manfaatnya bagi kita semua. Jika terdapat kesalahan dan kekhilafan saya mohon dimaafkan, ditegur sapa dan diluruskan.
Kehadapan Allah dan Rasul Nya kita mohon ampun dan taubat.
Wabillahittaufik walhidayah
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Oleh : Abuzar.,SH
*Penulis adalah Praktisi Hukum