Rampas Lahan Masyarakat Kateman, Kanal PT THIP Bakal Dijebolkan

Selasa, 09 Mei 2017 13:59:45 1511
Rampas Lahan Masyarakat Kateman, Kanal PT THIP Bakal Dijebolkan
Ketua DPP LSM Perisai, Sunardi dan kuasa masyarakat, Ajis saat melihatkan bukti-bukti kepemilikan lahan yang dirampas PT THIP, Senin (7/5).

PEKANBARU, INFORIAU-Lahan seluas lebih kurang 6500 hektar milik warga Desa Kateman, Kecamatan Pelangeran, Inhil digarap perusahaan PT THIP.



Oleh karena itu, masyarakat menuntut agar haknya dikambalikan supaya lahan tersebut dapat dinikmati masyarakat tersebut.



Tuntang itu disuarakan oleh Kelompok Tani Usaha Karya Desa Kateman. Mereka miminta adanya keadilan dan perusahaan tersebut agar berhenti beroperasi.



Itu disampaikan Ketua DPP LSM Perisai, Sunardi SH saat mendampingi Andi Ajis selaku kuasa masyarakat Desa Kateman.



Diuraikan Sunardi, lahan milik masyarakat digarap perusahaan sejak tahun 1989 silam hingga saat ini yang telah ditanami kelapa sawit.



Dan hasil panen itu, hanya dinikmati oleh pihak perusahaan? tanpa ada bagi hasil dengan masyarakat. Bahkan, 20 persen bagian untuk masyarakat tidak diberikan.



" Dulu namanya PT MGI. Kini berganti nama yakni PT THIP,"  ujar Sunardi kepada inforiau, Senin (8/5) malam di Pekanbaru.



Sudah jelas perusahaan tersebut melanggar undang-undang terkait perampasan lahan hak masyarakat.



Itu diatur dalam Pasal 385 ayat 1 KUHP terhadap pelaku kejahatan perampasan hak-hak tanah orang lain disanksi pidana dengan ancaman empat tahun penjara.



Namun, masyarakat tidak mendapatkan keadilan sama sekali. Mereka telah melaporkan kepada banyak pihak seperti kepolisian dan juga pihak pemerintah Inhil.



" Masyarakat sudah lapor ke Polres Inhil. Tapi belum juga selesai diproses saat ini. Karena kataa mereka (Polisi) tidak ada bukti pidana," ujar Sunardi.



Sementara pihak perusahaan tidak mampu menunjukkan bukti yang sah atas penggarapan? lahan tersebut.



Sementara masyarakat atas tanah itu memiliki SKT yang diakui oleh dan sudah ada putusan dari Mahkamah Agung (MK) tanah itu benar-benar milik masyarakat.



" Dulu lahan digarap PT MGI sekitar 700-800 hektar. Sudah diganti rugi 18 SKT dari 57 SKT milik masyarakat. Sementara 39 SKT lagi itu tidak ada diganti rugi. Malah masyarakat yang rugi,"  katanya.



Sehingga luas lahan yang digarap secara ilegal oleh PT THIP saat ini sekitar 6500 hektar. 



Padahal, masyarakat berulang kali mengadu kepada pemerintah setempat dan juga kepolisian, tapi tidak ada titik terang.



Bahkan berulang kali masyarakat melakukan aksi tuntutan dengan menurunkan massa untuk meminta keadilan.



" Massa turun tapi dihadang. Bahkan terjadi kontak fisik. Namun dilakukan mediasi. Tapi ujung-ujungnya tidak ada keterangan juga," kesal Sunardi.



Sekian lama bergulirnya masalah ini, sehingga Sunardi dan masyarakat melapor ke Polda Riau beberapa hari lalu.



" Laporan kita sudah disposisi ke Direktorat Reserse Kriminal Umum yang ditangani Subdit II. Semoga saja tidak ditutupi laporan kita ini," harap Sunardi.



Dia bersama masyarakat berharap pihak kepolisian dan pemerintah berwenang agar bertindak tegas terhadap perusahaan PT THIP tersebut.



" Kami rindu sama aparat yang berani membekingi kami untuk menegakkan hukum terhadap masyarakat terhadap perlakuan PT THIP ini," ungkap Sunardi.



Pihaknya juga mengancam, apabila tidak ada tindak lanjut dari kepolisian, maka dalam waktu sepekan kedepan mereka akan bertindak.



Mereka memberi waktu 10 hari agar perusahaan PT THIP dihentikan. Jika tidak masyarakat akan menjebol kanal tempat ponton mengangkut hasil panen.



" Kalau kanal itu sudah jebol, maka perusahaan tidak akan bisa lagi beraktivitas. Mereka (PT THIP) tidak patuh hukum," tegas Sunardi.



Menurutnya, itu wajar dilakukan karena masyarakat ingin mengambil haknya kembali dari perusahaan tersebut.



Sementara kuasa masyarakat, Andi Ajis menambahkan, bahwa pihaknya mengaku kecewa dengan hukum yang ada saat ini.



" Ya bagaimana kami tidak kecewa dengan penegak hukum. Tanah kami belasan tahun dinikmati orang lain dan dirampas. Tapi pihak penegak hukum dalam hal ini polisi tidak bertindak. Pemerintah juga tidak peduli dengan nasib kami," ungkap kesal Ajis.



Padahal, dulunya sebelum digarap perusahaan, masyarakat dapat menikmati hasil dari lahan tersebut yang ditanami kelapa lokal dan sagu.



Tapi kini, lahan itu sudah berubah menjadi tanaman sawit. Hasilnya dinikmati sepihak oleh perusahaan.



" Kemana kami mau mengadu lagi. Polis dan pemerintah kami belum juga memproses keluhan kami. Kami minta keadilan dan kami juga rindu dengan mendapatkan keadilan sebagai rakyat," tutur Ajis.



Dikatakannya, hutan yang digarap perusahaan tersebut untuk anak cucu masyarakat Desa Kateman. Tapi, itu belum tentu dapat dinikmati selagi perusahaan masih terus beroperasi dan pihak penegak hukum tidak bertindak.



" Ya, kami akan minta secara paksa hak kami jika tidak dikembalikan demi kehidupan cucu dan keponakan kami kelak nanti. Jadi kami minta tegakkan hukum dengan adil," tutupnya.kim


KOMENTAR