Warisan Budaya dan Alam Kuansing Magnet Wisata Riau

Rabu, 11 Mei 2016 20:02:43 3324
Warisan Budaya dan Alam Kuansing Magnet Wisata Riau
PWI Riau Bersama Pemuka Adat, serta Perangkat Desa dan Kecamatan di Depan Rumah Godang Desa Adat Koto Sentajo, Kabupaten Kuantan Singingi
Oleh : Alwira Fanzary
 
 
Kabupaten Kuantan Singingi secara geografis dan geoekonomi sangatlah strategis. Pasalnya Kabupaten yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Indragiri Hulu tahun 1999 tersebut berada di jalur tengah lintas Sumatera. Bagian selatan Provinsi Riau, serta berbatasan langsung dengan 2 Provinsi, yakni Sumatera Barat dan Jambi.
 
Dengan fakta tersebut, maka wajarlah kemudian kabupaten yang terdiri dari 15 kecamatan, luas wilayah 7,656,03 km2 serta terletak pada posisi antara 0000-1000 Lintang Selatan dan 101002-101055 Bujur Timur ini memiliki banyak potensi alam serta khasanah budaya yang memikat. Dan jika dikelola dengan baik, maka akan menjadi magnet bagi wisatawan lokal maupun mancanegera untuk datang berkunjung.
 
Berdasarkan data Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga (Disbudparpora) Kabupaten Kuantan Singingi, dari 51 objek wisata yang berada dalam pengelolaan instansi tersebut, 31 diantaranya merupakan objek wisata alam, 11 objek wisata budaya, serta sisanya adalah objek wisata religi dan edukasi.
 
Dengan topografis yang secara keseluruhan merupakan daratan, dan terdiri dari daratan rendah dan perbukitan, membuat 17 dari 31 wisata alam di kabupaten ini adalah air terjun. Satu diantaranya Air Terjun Guruh Gemurai.
 
Untuk menuju Objek wisata air terjun Guruh Gemurai ini hanya menempuh perjalan selama 30 menit menggunakan kendaraan bermotor dari Teluk Kuantan Ibu Kota Kabupaten Kuansing. Dan hanya menempuh perjalanan 10 menit saja dari Lubuk Jambi ibu Kota Kecamatan Kuantan Mudik, dimana air terjun tersebut berada. Maka, kita sudah bisa merasakan kesejukan air terjun yang tingginya mencapai 15 meter ini. 
 
Bahkan air terjun Guruh Gemurai yang dikelola Pemerintah Kabupaten Kuansing sejak tahun 2006 ini memiliki 3 tingkat, dengan ketinggian bervariasi. Namun demikian, keindahan dan kesejukan yang dihadirkan oleh alam di objek wisata tersebut tampaknya belum maksimal dikelola. Ini tampak dengan masih minimnya fasilitas umum penunjang kenyamanan bagi pengunjung yang datang. Hal tersebut diakui Kabid Pariwisata Disbudparpora Kabupaten Kuansing, Munafri Agus, Sabtu (30/4) kepada wartawan.
 
"Awalnya Air Terjun Guruh Gemuruh ini dikelola masyarakat, baru tahun 2006 diambil alih pengelolaannya oleh Pemkab. Kita akui fasilitas umum disini masih kurang. Air bersih belum ada, ruang ganti belum memadai, bahkan aliran listrik belum masuk. Ini yang menjadi prioritas untuk dapat kita lengkapi," kata Munafri. 
 
Minimnya fasilitas umum bagi pengunjung tambah Munafri, tidak lepas dari kecilnya anggaran yang diberikan untuk pengembangan objek wisata ini. Bahkan dalam beberapa tahun terakhir anggaran yang didapatkan hanya untuk pemeliharaan saja. Sementara pendapatan yang masuk dari tiket pengunjung masih jauh dari harapan.
 
"Setahun biaya pemeliharaan mencapai 161 juta, uang masuk dari tiket pengunjung tahun lalu hanya 78 juta. Disini pengunjung hanya hanya dikenakan tiket masuk 5 ribu saja,"terangnya.
 
Namun demikian, kata dia lagi, dalam beberapa kesempatan, Disbudparpora terus berupaya mencari investor dan meminta bantuan kepada Dinas Pariwisata Provinsi Riau guna pengembangan kedepannya. Baik itu dalam upaya melengkapi fasilitas maupun program promosi.
Air Terjun Guruh Gemuruh di Kecamatan Kuantan Mudik, Kabupaten Kuantan Singingi
 
Keseriusan pengembangan lokasi wisata Air Terjun Guruh Gemurai ini juga diharapkan Yanti, salah seorang penjual minuman ringan yang menggelar dagangannya disekitar air terjun tersebut. Dia mengatakan keberadaan air bersih yang sering kali menjadi keluhan dari pengunjung.
 
"Seringkali pengunjung yang datang tanya air bersih. Rencanya selain jual air minum disini, saya juga mau jual air bersih. Mungkin salah satunya tuk air wudhu,"kata Yanti. 
 
Tidak hanya wisata alam. Kabupaten Kuantan Singingi yang sebagian besar pemukiman masyarakat tempatannya dialiri aliran Sungai Kuantan (Indragiri) membuat Negeri Jalur ini juga memiliki kekayaan adat dan budaya yang memukau. Satu diantaranya Desa Adat Koto Sentajo yang berada di Kecamatan Sentajo Raya. 
 
Desa ini sudah ditetapkan menjadi Desa Cagar Budaya. Di desa adat yang luasnya mencapai kurang lebih 30 hektare tersebut masih terdapat 24 Rumah Godang, yang merupakan rumah asli penduduk. Dan Masjid pertama di desa ini dibangun tahun 1834 Masehi, hingga sekarang merupakan satu-satunya masjid di desa tersebut.
 
Menurut keterangan Fahmilus selaku Ninik Mamak, Rumah Godang yang berjumlah 24 tersebut sebagian besar masih dihuni. Adapun rincian suku yang memiliki Rumah Godang tersebut yakni, Suku Paliang 13 rumah, suku Petopang 3 rumah, suku Chaniago 3 rumah, dan suku Melayu 5 rumah. Empat suku tersebut adalah suku besar yang ada di Kuantan Singingi.
 
"Rumah Godang ini rata-rata dibangun tahun 1819 sampai 1825. Rumah Panggung yang luasnya rata-rata mencapai 6x20 ini Sebagian besar sampai sekarang masih dihuni, biasanya mereka yang tidak memiliki rumah yang tinggal disana. Tetapi hanya diperbolehkan menempati rumah dari sukunya saja. Contoh Melayu hanya boleh tempati rumah suku Melayu,"terang Fahmilus yang juga Kepala SMA Pintar Teluk Kuantan tersebut.
 
Sementara untuk bangunan Masjid Raudhatul Jannah dan merupakan masjid pertama yang dibangun tahun 1834 tersebut ungkap Fahmilus, untuk tiang utama berjumlah 17 berasal dari 1 pohon Kayu Balau yang tumbuh dimana masjid ini akan dibangun, kemudian dibelah menjadi beberapa bagian. Bahkan Mimbar Masjid yang dipergunakan sekarang sudah ada sejak pertama masjid tersebut berdiri.
 
"Desa ini pada awalnya penduduknya beragama Hindu. Kemudian Islam masuk, dan Masjid inilah menjadi sentral penyebaran Islam,"katanya.     
 
Sedangkan untuk adat istiadat yang masih kental dan bertahan lanjut dia, Desa adat Koto Sentajo akan ramai didatangi di hari raya kedua Idul Fitri. Yang mana sebagian besar warga Desa Koto Sentajo diperantauan akan kembali pulang untuk bersilaturahim dengan sanak famili.
 
"Desa ini dihari kedua hari raya besar dipenuhi ribuan orang. Mereka pulang kampung, dan sentral berkumpulnya di Rumah Godang sukunya masing-masing. Disanalah mereka saling memperkenalkan anak kepenakan setelah lama tidak bertemu, membicarakan permasalahan, dan saling berbagi satu sama lain," terangnya.  
 
Begitu juga fungsi Datuk Penghulu, Ninik Mamak beserta Pemangku Adat sampai sekarang masih memegang peranan penting dalam setiap keputusan yang diambil di desa ini,"Surat menyurat, contoh tuk menikah harus ada persetujuan terlebih dahulu dari ninik mamak, jika tanpa itu pemerintah desa atau kecamatan tidak akan mau memprosesnya. Juga ketika ada permasalahan, perselisihan, atau pengambilan-pengambilan keputusan harus melibatkan pemangku-pemangku adat ini,"jelas Fahmilius lagi.
 
 
Fandi, Mahasiswa Universitas Islam Riau (UIR) yang merupakan warga Desa Adat Koto Sentajo berharap adat budaya dan setiap bangunan yang ada di desa kelahirannya tersebut tetap terjaga dan dipertahankan. 
 
"Saya berharap desa adat ini tetap akan bertahan. Baik yang bersifat bangunan maupun budayanya. Kepada yang muda menjadi bagian dari generasi melanjutkan  apa yang telah ada, dan bagi yang tua mau mentransfer ilmunya," kata Fandi kepada inforiau.
 
Kepala Desa Koto Sentajo, Hefriyanto, mengungkapkan bahwa perhatian dari pemerintah terhadap desa yang sudah ditetapkan menjadi Desa Cagar Budaya tersebut masih belum maksimal. Bantuan terakhir yang didapat hanya berasal dari Pemerintah Provinsi Riau dalam bentuk perbaikan infrastruktur, seperti jalan desa.
 
"Kami sudah ajukan ke beberapa pihak untuk pengembangan Desa Cagar Budaya ini, juga untuk promosinya. Namun apa yang didapat masih kurang. Dari Pemprov dapat 500 juta, itu baru cukup untuk perbaikan akses jalan. Sementara dari Kabupaten hanya berasal dari Alokasi Dana Desa (ADD), bukan anggaran khusus sebagai Desa Cagar Budaya. Sementara jika kita bersungguh-sungguh kelola desa ini, maka saya yakin akan banyak sekali wisatawan yang datang. Sebab bangunan fisik yang berusia ratusan tahun, dan adat istiadatnya masih terjaga dengan baik ini menjadi magnet bagi pelancong dalam maupun luar negeri," ungkap Hefriyanto. 
 
Melihat potensi besar wisata alam dan budaya di Kabupaten Kuantan Singigi ini, ada harapan besar kepada pemimpin baru yang akan menahkodai kabupaten tersebut hingga 5 tahun kedepan. Penulis berpendapat sangat dibutuhkan Political Will (Kemauan Politik) dalam hal penganggaran, serta kebijakan strategis pengembangan wisata kedepannya. Alam dan budaya yang telah diwariskan tersebut tidak hanya menjadi nilai-nilai yang melekat pada anak cucu dalam sikap dan sifat mereka. Namun juga bisa menjadi Pendapatan Asli Daerah (PAD) jika benar-benar dikelola secara profesional serta berkelanjutan. Kita ketahui bersama, sektor wisata memiliki multiplier effects yang besar terhadap sektor lain, sebut saja sektor perhotelan, restoran, transportasi lokal, kuliner, kerajinan dan lain sebagainya. 
 
Untuk mencapai tujuan promosi dan pengembangan Kabupaten Kuansing sebagai daerah tujuan wisata berbasis kearifan lokal, dengan daya tarik keunikan dan keaslian nilai-nilai budaya serta potensi alamnya yang indah dan menawan, tentu memerlukan komitmen secara penuh dari semua pihak, dengan koordinasi secara terpadu bersama pemangku kebijakan, baik pemerintah daerah dalam tahap perencanaan penganggaran dan pelaksanaan program, maupun legislatif dalam hal pengawasan.
 
Selain itu, yang tak kalah pentinganya adalah keikutsertaan masyarakat adat maupun pemuka agama di Kabupaten Kuansing, melalui peran serta secara aktif mengorganisir pembentukan komunitas masyarakat adat, mensosialisasikan program, serta berinisiatif membuat sentra-sentra wisata yang terhubung dengan akses ekonomi kreatif seperti makanan tradisional, pernak-pernik, accesories bagi wisatawan, dan akomodasi yang memadai di lokasi wisata, sebagai elemen penting pendukung daya tarik kunjungan wisatawan untuk datang.      
 
Berbicara Kabupaten Kuansing sebagai magnet wisata Riau, dengan daya tarik kekhasan budaya dan keindahan panorama alamnya tentu tak semudah dan seindah dalam kata-kata. Namun dengan keyakinan, kerja keras, dan komitmen yang terus dipupuk secara konsisten berkelanjutan, pasti akan bisa mewujudkan tujuan yang dicita-citakan tersebut. Semoga saja.

KOMENTAR