Al Murtaja, Masjid Bundar yang Nasionalis-Religius

Saya tak pernah ke Roma. Tak pernah melihat colosseum yang melegenda itu. Bangunan megah berdarah tersebut adalah ajang tarung hewan dan tarung hewan versus manusia. Bentuknya yang bundar dan masih bertahan sesudutnya, walau dibangun di zaman pertengahan, telah menjadikan situs ini ramai dikunjungi.
Saya yakin Masjid Al Murtaja tidak terinspirasi dari colloseum itu. Tapi bentuknya yang bundar ini membuat Masjid Al Murtaja menjadi buah bibir masyarakat, seperti orang ramai membicarakan colosseum itu. Al Murtaja terletak di Jalan Purwodadi, tepatnya di Jalan Paripurna, Panam. Agak menjorok ke dalam komplek perumahan.
Saya sudah dua kali sholat di sini. Begitu pertama tahu ini adalah masjid bundar alias elips, saya langsung tergugah mau mengunjunginya. Apalagi, lokasinya hanya sepelemparan tombak dari kantor Harian Inforiau.
Benar, saya kagum dengan masjid ini. Memang tidak besar. Tidak memuat ribuan jamaah. Namun bentuknya yang unik membuat Al Murtaja mampu mencuri hati para jamaah. Kalau dilihat dari luar, apalagi dari jauh, masjid ini memang tidak terlalu menggoda. Apalagi, kubahnya belum selesai. Bagian luarnya pun masih disemen kasar. Lantai luar, tangga, dinding luar, bahkan tempat wudhu pun masih belum selesai dibangun keseluruhan. Pintu dan jendela pun belum dipasang.
Namun bila masuk ke dalamnya, kita seperti dibawa ke abad pertengahan. Kita seperti dibawa ke dunia lain. Dindingnya dicat putih bersih. Dindingnya tinggi membentuk void yang melegakan. Tanpa tiang tengah. Tanpa sekat selain mihrab. Bersih seperti gedung putih.
Mihrabnya luar biasa. Sangat elegan, berkelas. Bedanya dengan mihrab masjid lain, ternyata Almurtaja memiliki dua mimbar. Kiri dan kanan. Ini merupakan manifestasi dua kekuatan besar sebagai ruhani umat muslim, yaitu Allah SWT dan Muhammad SAW. Memang, yang dipakai untuk mimbar sholat Jumat hanya ‘mimbar’ Allah. Sedangkan ‘mimbar’ Muhammad difungsikan untuk yang lainnya.
Masjid ini saya sebut sebagai masjid nasionalis religius. Mengapa? Karena ternyata hampir semua desain dan arsitektural masjid ini mempunyai makna tersendiri. Sebut saja anak tangga masuk masjid ada lima, ini menggambarkan rukun Islam ada lima. Pintu besar untuk masuk ada enam, ini adalah penggambaran rukun iman. Jumlah lampu yang menerangi masjid ini adalah 99 buah yang merupakan jumlah nama Allah.
Untuk menopang struktur bangunan, masjid ini memiliki 17 tiang utama. Ada delapan sisi dalam masjid, dan ada 45 buah jendela yang memberi efek pencahayaan yang baik. Bila digabung, masjid ini adalah penggambaran hari kemerdekan Republik Indonesia.
Terlepas dari segala simbol-simbol itu, masjid tetaplah hanya bangunan tak berarti kalau tidak dihiasi dan disyiarkan dengan beragam ibadah. Sebagai masjid yang baru diresmikan penggunaannya, Al Murtaja telah menggoda hati untuk beritikaf di sana. Ada rasa lain ketika menyebut nama Allah di tengah lingkaran masjid ini. Kalimat Laa ilaaha illallah seperti tidak henti berdenyut mengikuti getaran jantung yang berdetak. Seperti mampu membawa hambanya pada fase ekstase, fase dimana seorang hamba akan menemukan sebuah dzat dalam dirinya yang tidak mampu ditemukan dalam kondisi apapun. Subhanallaah…***