Dua Tahun Jokowi-JK, Apa Kabar Ekonomi Indonesia?

Selasa, 18 Oktober 2016 08:55:04 1177
Dua Tahun Jokowi-JK, Apa Kabar Ekonomi Indonesia?

PERIODE akhir 2014, saat Jokowi-JK menerima tongkat estafet pemerintahan dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Boediono, perekonomian Indonesia memang tidak sedang berada dalam kondisi terbaiknya.

Limbungnya perekonomian global pada 2008 gara-gara krisis finansial di Amerika Serikat (AS) yang lantas menjalar ke berbagai negara. Hal itu menggembosi harga komoditas pertambangan, sektor yang sejak awal 2000-an menjadi motor utama penggerak ekonomi Indonesia.

Akibatnya, perlambatan pertumbuhan ekonomi sejak 2012 tak tertahankan. Pemerintahan Jokowi-JK pun tak kuasa menahannya pada tahun pertama. Ekonomi yang pada 2014 terus turun ke level 5,02 persen pada 2015 kembali merosot ke level 4,79 persen, level terendah sejak 2009.

Untung, bayang-bayang kekhawatiran itu mulai pudar. Level 4,79 persen rupanya sudah menjadi titik nadir dalam serial perlambatan ekonomi pascakrisis finansial global. Hingga semester I 2016, ekonomi Indonesia perlahan mulai merangkak naik, menggapai level 5,04 persen. "Hingga akhir tahun nanti, pemerintah optimistis ekonomi kita tumbuh di angka 5 persen," ujar Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Teten Masduki akhir pekan lalu.

Dari beragam indikator, pertumbuhan ekonomi memang menjadi jangkar sekaligus wajah kinerja pemerintahan Jokowi-JK. Tahun ini pemerintah sebenarnya mematok target pertumbuhan ekonomi dalam APBN Perubahan 2016 sebesar 5,2 persen. Namun, angka itu sepertinya berat untuk diraih. Bahkan, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengakui bahwa angka realistis yang bisa dikejar adalah 5,1 persen.

Namun, angka itu pun tak menjadi soal. Menurut Teten, tahun pertama pemerintahan Jokowi-JK memang diniatkan sebagai fondasi untuk mengejar agenda Nawacita. Karena itu, politik anggaran pun dirombak agar APBN mampu menjadi pendorong ekonomi.

Lalu, tahun kedua adalah akselerasi. "Yang terpenting, pertumbuhan ekonomi tahun ini lebih tinggi (daripada tahun lalu, Red). Itu akan memberi confidence (kepercayan diri, Red) bahwa tahun 2017 bisa lebih tinggi lagi," jelasnya.

Teten menyebutkan, dalam dua tahun pertama pemerintahan maupun tiga tahun ke depan, pemerintah akan terus berfokus menggenjot pembangunan infrastruktur. Meskipun, dia mengakui bahwa masih banyak aral melintang. Mulai pembebasan lahan hingga rumitnya perizinan. Sebab, ketersediaan infrastruktur memang prasyarat untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi. "Karena itulah, anggaran infrastruktur terus naik," ucapnya.

Salah satu kebijakan paling signifikan yang dilakukan pemerintahan Jokowi-JK adalah mereformasi subsidi bahan bakar minyak (BBM). Sebuah kebijakan yang sangat tidak populis, bahkan sebelumnya selalu ditentang keras PDIP, partai pengusungnya, karena dinilai bakal memberatkan rakyat kecil.

Anjloknya harga minyak memang menggerus penerimaan negara dari sektor migas. Tapi sekaligus menjadi berkah karena ikut menurunkan harga BBM. Jokowi-JK pun lantas memangkas subsidi solar. Bahkan, sama sekali menghilangkan subsidi untuk BBM jenis premium.

Meski awalnya mendapat tentangan di sana-sini, pertaruhan popularitas itu berbuah manis. Dari pemangkasan subsidi tersebut, pemerintah bisa mengantongi efisiensi hingga Rp 211,3 triliun. Dengan ruang fiskal itulah, pemerintah bisa bergerak lincah menyasar program pembangunan infrastruktur, kesehatan, hingga pendidikan.

Berbagai indikator seperti angka kemiskinan, pengangguran, rasio Gini yang mencerminkan ketimpangan ekonomi, hingga inflasi memang berhasil ditekan. Namun, untuk mengejar target pertumbuhan ekonomi 7 persen yang diusung Jokowi-JK di awal masa pemerintahan, dibutuhkan kerja ekstrakeras.

Bagaimana pertumbuhan ekonomi dalam tiga tahun mendatang digenjot? Deputi Kantor Staf Presiden Bidang Ekonomi Denni Puspa Purbasari mengatakan, pembangunan infrastruktur masih akan menjadi andalan.

Selain menghilangkan penghambat laju perekonomian, pembangunan infrastruktur bakal menarik investasi dalam jumlah besar sekaligus menggerakkan industri konstruksi dan rantai supplier-nya. "Jadi, dampak ke sektor riilnya akan sangat terasa," jelasnya.

Karena itu, selain terus memperbesar porsi belanja infrastruktur dalam APBN, pemerintah terus mendorong swasta agar ikut ambil bagian dalam proyek-proyek infrastruktur skala besar. "Makanya, paket kebijakan ekonomi terkait deregulasi terus dijalankan," katanya.

Teten menambahkan, kerikil-kerikil yang menghambat laju pertumbuhan ekonomi juga akan dibersihkan. Apa itu? Salah satunya pungutan liar (pungli) yang memicu ekonomi biaya tinggi. Karena itu, presiden sudah menginstruksikan pemberantasan pungli, bahkan hingga tingkat perizinan di pusat maupun daerah. "Kalau pungli hilang, bisnis akan lebih efisien dan kompetitif," ucapnya.

Terkait dengan konsumsi rumah tangga yang selama ini menjadi motor utama penggerak ekonomi, Denni menyebut pemerintah juga sudah punya strategi. Yakni, menjaga daya beli. Bagaimana caranya? "Dengan mengendalikan inflasi," sebut dia.

Menurut ekonom dari Universitas Gadjah Mada (UGM) tersebut, volatilitas harga pangan selalu menjadi penentu gerak inflasi. Karena itu, Bulog pun sudah diinstruksikan agar memperbaiki mekanisme distribusi sekaligus terus siaga untuk melakukan operasi pasar guna meredam gejolak harga pangan.

"Kalau inflasi terkendali, daya beli akan terjaga. Suku bunga acuan juga bisa dijaga di level rendah sehingga dunia usaha diharapkan bisa mengakses kredit dengan bunga lebih rendah," paparnya. (jpc/*1)

KOMENTAR