Jokowi Minta Raja Salman Lindungi TKI di Arab Saudi

Jumat, 03 Maret 2017 09:52:07 1072
Jokowi Minta Raja Salman Lindungi TKI di Arab Saudi
Presiden Joko Widodo (kanan) mendampingi Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz Al-Saud (tengah) menandatangani buku tamu saat kunjungan kenegaraan di Istana Bogor. (ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari)
Jakarta, inforiau.co - Presiden Joko Widodo menitipkan tenaga kerja Indonesia yang berada di Arab Saudi kepada Raja Arab Saudi Salman bin Abdul Aziz Al-Saud. Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan, permintaan itu secara resmi disampaikan dalam kunjungan kenegaraan di Istana Kepresidenan Bogor. 
 
"(Permintaan) agar mendapat pengayoman dan perlindungan dari Raja Salman," kata Retno di Istana Bogor, Rabu (1/3).
 
Dalam pertemuan itu, Jokowi menegaskan, warga negara Indonesia turut memberikan kontribusi dalam sektor pembangunan, kesehatan, dan jasa tenaga kerja di negara pimpinan Raja Salman. Arab Saudi tercatat sebagai salah satu negara yang paling banyak menerima pekerja asal Indonesia.
 
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi IX DPR Saleh Partaonan Dulay berpendapat, permasalahan WNI terutama pekerja migran di Arab Saudi, perlu dibahas oleh Jokowi dan Raja Salman. Pembahasan itu sebagai upaya menjaga hubungan bilateral kedua negara.
 
Permasalahan yang dialami buruh migran Indonesia di Arab, di antaranya persoalan dokumen keimigrasian dan izin kerja. Selain itu, setidaknya 25 WNI di Arab Saudi terjerat masalah hukum dengan ancaman pidana hukuman mati. Mereka terdiri dari 12 WNI didakwa dalam kasus pembunuhan, 5 WNI didakwa memakai sihir, dan 8 WNI didakwa melakukan zina.
 
Dengan demikian, kata Saleh, pemerintah sudah seharusnya menunjukkan keseriusan menyelesaikan permasalahan tersebut.
 
Sementara itu, Human Rights Working Group mengkritisi kunjungan Raja Salman ke Indonesia. Lembaga ini menyebut lawatan kerja pemimpin Arab Saudi itu lebih menekankan kerja sama ekonomi, perdagangan, kesehatan, kebudayaan.
 
"Tak satu pun menyinggung soal pemajuan demokrasi di dalam konteks Islam dan HAM, khususnya untuk perlindungan hak-hak buruh migran," kata Pjs Direktur Eksekutif HRWG Muhammad Hafiz dalam keterangan tertulis.
 
Dia menilai, persoalan buruh migran Indonesia di Arab Saudi menjadi aspek diplomatik yang belum pernah selesai hingga sekarang. Meskipun berbagai perundingan bilateral dan upaya penguatan perjanjian telah dilakukan, namun menurutnya, buruh migran Indonesia terutama yang bekerja di sektor domestik, berada dalam situasi rentan terhadap pelanggaran.
 
HRWG dan sejumlah serikat buruh migran di Indonesia, mencatat sejumlah kasus terkait perlindungan buruh migran di Arab Saudi.
 
Pertama, pemerintah Indonesia telah melakukan moratorium penempatan buruh migran sebagai Pekerja Rumah Tangga (PRT) di Arab Saudi, berdasarkan pada Keputusan Kementerian Ketenagakerjaan. Namun pada praktiknya, penempatan terus dilakukan secara tidak sah dengan modus bekerja di sektor formal. 
 
Menurut catatan Asosiasi Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (Apjati), penempatan itu hingga 5000 orang per bulan. Hal ini menyebabkan buruh migran dalam situasi yang sangat rentan karena mengalami dua kali proses outsourcing.
 
Kedua, sistem kerja kontrak jangka pendek dan pemotongan gaji bagi PRT. Pada praktiknya saat ini, agensi yang ada di Arab Saudi menjual kontrak kerja buruh migran kepada majikan secara perorangan 3 hingga 12 bulan. Hal ini menyebabkan ketidakjelasan status PRT yang bekerja itu sendiri. Bahkan, agensi memotong separuh gaji yang seharusnya diterima PRT dari majikan.
 
Ketiga, kasus pelarangan pulang (terutama PRT yang bekerja di sektor domestik/rumah tangga) oleh majikan. Biasanya kasus ini dilakukan dengan penahanan paspor dan penutupan akses ke luar, termasuk KBRI. Menurut data yang dihimpun oleh Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI), saat ini setidaknya terdapat 124 kasus buruh migran di Arab Saudi yang dilarang pulang oleh majikan.
 
Keempat, menguatnya kasus-kasus yang mengkriminalisasi buruh migran di Arab Saudi. Salah satunya yang dialami oleh Rusmini Wati dari Indramayu, yang dituduh melakukan sihir kepada majian perempuannya. Setelah melakukan banding, Rusmini dipidana 12 tahun. Sebelumnya dia divonis hukuman mati.
 
Kelima, kasus PHK sepihak oleh perusahaan di Arab Saudi, tidak digaji dan bahkan tidak dipenuhi hak-haknya. Kasus ini belakangan terjadi ketika perusahaan Bin Laden Group mengalami kebangkrutan. Sebanyak 11.743 WNI yang bekerja di sektor infrastruktur dan bangunan di-PHK secara massal dan tidak diberikan hak-haknya sebagai pekerja. cnn

KOMENTAR