Kemplang Pajak Rp545 Juta, Bos Perusahaan Penjual Solar Dituntut 1,5 Tahun Denda Rp 1,9 Miliar

Selasa, 26 November 2019 10:49:48 327
Kemplang Pajak Rp545 Juta, Bos Perusahaan Penjual Solar Dituntut 1,5 Tahun Denda Rp 1,9 Miliar
Terdakwa pengemplang pajak senilai Rp. 545,481,456

inforiau.co - Terdakwa kasus pengemplangan pajak senilai Rp. 545,481,456, Direktur PT Berjaya Himalaya Mandiri Alfransdo Eddy Argo dituntut penjara selama 1,5 tahun di Pengadilan Negeri Medan, Senin (25/11/2019).
Jaksa penuntut umum (JPU) Adlina dalam tuntuntannya menyatakan, terdakwa terbukti bersalah melanggar Pasal 39 ayat (1) huruf d dan i Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang perubahan ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

"Terdakwa sengaja menyampaikan surat pemberitahuan dan tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut ke KPP Pratama Medan Belawan," tuturnya.
Selain pidana penjara, terdakwa Alfransdo juga dibebankan membayar denda sebesar Rp 1,9 miliar subsider 3 bulan kurungan.
"Dalam fakta persidangan, dimana terdakwa selaku direktur PT Himalaya Berjaya Mandiri dalam kurun waktu tahun 2014 sampai tahun 2015 telah melakukan penjualan BBM jenis solar terhadap 20 perusahaan sebagai lawan transaksi," ungkap jaksa dalam sidang di Ruang Cakra 5.

Dalam pelaksanaannya, kata jaksa, penjualan Barang Kena Pajak (BKP) berupa BBM jenis solar tersebut kepada 20 perusahaan lawan transaksi dilakukan pemungutan berupa Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang total seluruhnya adalah Rp610,742,143.
"Dalam pelaporan pajak pertambahan nilai yang telah dipungut ternyata yang hanya dibayarkan adalah sebesar Rp65,260,687 sehingga ada sebesar Rp545,481,456 yang belum dilaporkan dan disetorkan oleh terdakwa selaku direktur," pungkas jaksa.

Usai dituntut, terdakwa hanya tertunduk dan terkujur lemas, ia sesekali hanya bisa menatap ke araj Jaksa Adlina.
Adapun PT Himalaya Berjaya Mandiri bergerak dibidang usaha perdagangan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis solar.
Dalam dakwaan, disebutkan terdakwa selaku dalam kurun waktu tahun 2014 sampai tahun 2015 telah melakukan penjualan BBM jenis solar terhadap 20 perusahaan sebagai lawan transaksi.

Dalam setiap transaksi yang dilakukan dengan cara ada pemesanan dari customer (pembeli) diantaranya adalah 20 perusahaan tersebut kemudian oleh terdakwa akan menghubungi supplier untuk melakukan pemesanan berupa BBM Jenis solar yang merupakan Barang Kena Pajak (BKP) dan kemudian diantarkan langsung oleh supplier ke Costumer (pembeli) yang sebelumnya telah melakukan pemesanan BBM jenis solar.

Sedangkan untuk proses pembayaran, terdakwa menerima pembayaran dari Costumer (pembeli) BBM Jenis Solar.
"Selanjutnya terdakwa melakukan pembayaran kepada supplier dengan cara ditransfer kerekening Bank maupun dengan bilyet giro. Terdakwa akan mengambil keuntungan dari setiap jual beli BBM Jenis Solar tersebut dari selisih harga pembelian dari supplier dan penjualan ke customer yaitu kisaran antara Rp.300,- sampai dengan Rp.500. perliter," ungkapnya.
Transaksi jual beli BBM jenis Solar dilakukan terdakwa dalam kurun waktu Januari 2014 sampai dengan Desember 2014 dan kemudian dalam kurun waku Januari 2015 sampai dengan Agustus 2015.

Bahwa sebagai perusahaan milik terdakwa telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak memiliki kewajiban untuk melakukan pemungutan pajak dalam setiap transaksi penjualan Barang Kena Pajak (BKP).
Oleh karena itu dalam setiap transaksi BBM jenis Solar yang merupakan Barang Kena Pajak ( BKP) terdakwa menerbitkan faktur pajak sebagai Pajak Keluaran (PK) dengan melampirkan Tagihan Pengadaan BBM yang merangkap invoice dan Surat Pengantar Barang.
Bahwa penjualan Barang Kena Pajak (BKP) berupa BBM jenis Solar yang dilakukan oleh terdakwa dengan lawan transaksi, terdakwa telah menerbitkan faktur pajak sebagai Pajak Keluaran.

Bahwa dari faktur pajak keluaran yang diterbitkan oleh terdakwa atas transaksi jual beli barang kena pajak berupa BBM jenis Solar dengan 20 perusahaan lawan transaksi telah dilakukan pemungutan berupa Pajak PPN senilai Rp. 610,742,143.
"Berdasarkan Sistem Informasi Direktorat Jenderal Pajak (SIDJP) pembayaran dan pelaporan terhadap PT Himalaya Berjaya Mandiri terhadap Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang telah dipungut atau dipotong oleh terdakwa dalam pelaporan pajak yang hanya dibayarkan adalah sebesar Rp. 65,260,687 sehingga ada sebesar Rp. 545,481,456 yang belum dilaporkan dan disetorkan oleh terdakwa selaku direktur," jelas Jaksa.

KOMENTAR