Pakar Nilai Kecil Peluang MK Batalkan Perppu Ciptaker

Inforiau - Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun menyebut langkah hukum yang bisa dilakukan masyarakat untuk melawan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja adalah dengan menggugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Refly menilai kans atau persentase MK untuk menolak Perppu ataupun UU Ciptaker--bila sudah disahkan oleh DPR--sangat kecil. Ia menilai politik istana sudah menguasai baik lembaga DPR maupun MK, sehingga ia menilai gugatan itu juga terasa akan percuma.
"Secara politik besar kemungkinan Perppu ini akan lolos. Tetapi secara hukum dan secara konstitusi ini tidak benar," kata Refly, Rabu (4/1).
Refly pun menyinggung soal polemik pemecatan Aswanto dari posisi hakim konstitusi oleh DPR yang menurutnya cukup melemahkan MK.
Aswanto diberhentikan dengan alasan karena kerap membatalkan undang-undang yang telah disahkan DPR. Presiden Jokowi kemudian melantik Guntur Hamzah untuk mengisi posisi yang ditinggalkan Aswanto.
Refly lantas mewanti-wanti MK agar nantinya mengabulkan gugatan uji materi atau judicial review Perppu yang baru diterbitkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Jumat (30/12) lalu itu.
Sejumlah pihak salah satunya KSPI sebelumnya berencana menggugat Perppu tersebut ke MK. Perppu ini memicu kontroversi lantaran menjadi jawaban pemerintah atas MK yang sebelumnya menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat.
"Bagaimana kalau MK tidak membatalkan Perppu atau UU? ya itulah tragedi demokrasi. Dia melempar kotoran di mukanya sendiri, karena jelas-jelas Perppu itu melanggar putusan mereka. Kok mereka malah diam saja atau membenarkan itu," ujarnya.
Refly melanjutkan bola panas Perppu Ciptaker saat ini berada di tangan DPR. Ia menilai sudah seharusnya DPR menolak Perppu tersebut dan tidak malah mengesahkannya sebagai UU.
Refly menyebut alasan DPR harus menolak Perppu tersebut. Pertama, ia menilai tidak ada kondisi kegentingan untuk Presiden menerbitkan Perppu Ciptaker. Kedua, Perppu tersebut bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor: 91/PUU-XVIII/2020.
Dalam putusan itu, MK menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat. Pemerintah diminta memperbaiki dalam jangka waktu paling lama dua tahun hingga 25 November 2023 dengan melibatkan partisipasi publik seluas-luasnya.
Selain bertentangan dengan putusan MK nomor: 91/PUU-XVIII/2020, penerbitan Perppu Cipta Kerja juga mengingkari hal-ihwal kegentingan yang memaksa seperti yang ditentukan dalam Pasal 22 ayat 1 UUD 1945 dan putusan MK nomor: 138/PUU-VII/2009.
"Terlihat pemerintah dalam hal ini presiden hanya untuk meng-entertain kelompok kepentingan terutama pengusaha. Karena untuk rakyat banyak, sesungguhnya tidak ada kepentingan apa-apa," ujar Refly.
Refly menyebut publik kemungkinan akan memaklumi apabila Jokowi menerbitkan Perppu dalam beberapa materi saja yang dibuktikan dengan alasan kegentingan, bukan malah menerbitkan Perppu untuk omnibus law. Ia pun menilai Perppu Jokowi sarat kepentingan politik dan kelompok tertentu, untuk bukan masyarakat.
Dengan kondisi pemerintahan seperti saat ini, di mana 80 persen parlemen merupakan koalisi pemerintah, ia pun sangsi DPR akan melakukan penolakan terhadap Perppu tersebut.
"DPR tidak akan berani mereka berhadapan dengan Jokowi, karena Perppu ini kan Perppu oligarki, banyak cukongnya," ujar Refly.*