Pengabaian Negara Mengakibatkan Hilangnya Kesempatan Bekerja Eks Buruh PT.CPI

Inforiau - Berakhirnya kontrak kerja sharing antara Negara Republik Indonesia dengan PT.Chevron Pacifik Indonesia yang dulunya dikenal sebagai PT.Caltex Pacifik Indonesia (PT.CPI) masih menyisakan beban kerugian yang diderita buruh PT.CPI karena pengabaian, atau kurangnya pengawasan pelaksanaan aturan hukum di lingkungan PT.CPI.
Tuntutan atas kerugian tersebut telah diperjuangkan oleh buruh PT.CPI sejak tahun 2010 sampai dengan saat ini, baik secara litigasi maupun non litigasi.
Dalam pengakhiran kontrak kerja antara Negara dengan PT.CPI harusnya segala sesuatu sudah harus clear, akan tetapi faktanya Negara telah mengabaikan S.K. Nomor : KEP-0058/BP00000/2010/SO mengakibatkan hilangnya kesempatan bekerja bagi buruh selama dua tahun.
Negara menjamin : “setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja”, hal ini tertuang dalam Konstitusi Negara Republik Indonesia pada Pasal 28D ayat (2 ) UUD Tahun 1945 dan dalam pasal 38 Ayat (1) Undang-undang No.39 Tahun tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia “Setiap warga Negara sesuai dengan bakat, kecakapan, dan kemampuan berhak atas pekerjaan yang layak”.
Selain itu dalam Undang-undang No.39 Tahun tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menjamin bahwa setiap orang itu berhak mendapatkan keadilan “Setiap orang, tanpa diskriminasi, berhak untuk memperoleh keadilan dengan mengajukan permohonan, pengaduan, dan gugatan, baik dalam perkara pidana, perdata, maupun administrasi ………”. Hal tersebut tertuang pada pasal 17 Undang-undang No.39 Tahun tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Perlindungan Konstitusi tersebut diabaikan oleh Negara sehingga menimbulkan kerugian atas hilangnya kesempatan bekerja buruh PT.CPI selama dua tahun. Dimana para buruh dipaksa pensiun oleh PT.CPI di usia 56 Tahun yang seharusnya berdasarkan S.K. Nomor : KEP-0058/BP00000/2010/SO yang dikeluarkan BP.MIGAS buruh tersebut pensiun di usia 58 Tahun.
Pengabaian ini juga didukung Negara melalui institusi-institusinya dengan cara menerbitkan surat pengesahan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yang bertentangan dengan aturan undang-undang tentang penyusunan PKB, dan tidak adanya pengawasan pelaksanaan atas diterbitkannya aturan hukum yang wajib dipatuhi untuk dilaksanakan kepada buruh di lingkungan kerja PT.CPI.
Adapun kerugian buruh PT.CPI atas hilangnya kesempatan bekerja selam dua tahun diawali dengan tidak dilaksanakannya aturan hukum yang dikeluarkan BP.MIGAS S.K. Nomor : KEP-0058/BP00000/2010/SO yang mengatur tentang “Batas usia pensiun bagi tenaga kerja Indonesia di Kontraktor Kontrak Kerja Sama”.
Dalam SK tersebut telah di amanatkan bahwa “Usia Pensiun bagi tenaga kerja di KKKS adalah 58 tahun”. Akan tetapi di usia 56 Tahun dan buruh masih produktif dipaksa untuk pensiun dan menandatangani surat “ di kemudian hari tidak akan melakukan penuntutan dalam nemtuk apapun” .
BP MIGAS dibentuk berdasarkan Undang-undang No. 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi dan Peraturan Presiden No. 42 Tahun 2002 Tentang Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi, menerbitkan Surat Keputusan BP MIGAS Nomor : KEP-0058/BP00000/2010/SO tertanggal 17 Mei 2010 dimana muatan dalam surat Keputusan tersebut mengandung “muatan mengatur” maka dapat disimpulkan SK BP MIGAS a quo dianggap sebagai suatu peraturan atau Norma Hukum yang dibuat oleh lembaga Negara sesuai dengan aturan hukum yang berlaku, serta memiliki konsekuensi hukum sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-undang No. 12 Tahun 2011 Tentang Peraturan Perundang-undangan Pasal 8 Ayat 2 yang berbunyi : Peraturan Perundang-undangan sebagaimana yang dimaksud pada ayat 1 diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum yang mengikat sepanjang diperintahkan oleh peraturan Perundang-undangan yang Lebih Tinggi;------------------
Sehingga keputusan BP MIGAS adalah keputusan Negara yang bersifat mengikat dan wajib dilaksanakan oleh Negara. Oleh sebab itu ketika Peraturan Presiden No. 42 Tahun 2002 kemudian diganti dengan Peraturan Presiden No.9 Tahun 2013 Tentang Penyelenggaraan Pengelolaan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi dimana dalam Peraturan Presiden a quo BP.MIGAS kemudian berubah menjadi SKK MIGAS, maka tanggung jawab diterapkannya Surat Keputusan BP MIGAS Nomor : KEP-0058/BP00000/2010/SO tertanggal 17 Mei 2010 oleh KKKS (Kontraktor Kontrak Kerja Sama) MIGAS berada dibawah pengawasan SKK MIGAS.
Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-X/2012 tentang hak Uji Materi Undang-undang No. 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, maka BP MIGAS menjadi tidak ada lagi, sehingga tugas dan fungsinya diambil alih oleh pemerintah selaku pemegang kuasa pertambangan yang dalam hal ini adalah Kementerian ESDM (vide Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-X/2012) jo Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 95 tahun 2012 tentang Pengalihan Pelaksanaan Tugas dan Fungsi Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi), dengan dialih tugas dan fungsikannya BP Migas kepada Kementrian ESDM maka Kementrian ESDM juga mempunyai kewajiban untuk melaksanakan ganti kerugian terhadap SK BP Migas Nomor : KEP-0058/BP00000/2010/SO tertanggal 17 mei 2010 yang tidak diberlakukan oleh Perusahaan CPI tersebut.
Dengan demikian kerugian atas hilangnya kesempatan bekerja yang diderita buruh eks PT.CPI tersebut maka Negara dalam hal ini Presiden Republik Indonesia Cq Kementerian BUMN Cq Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Cq Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (MIGAS) Cq Direktur Utama Pertamina Cq Komisaris Utama Pertamina Cq Kementerian Ketenagakerjaan R.I. Cq Gubernur Provinsi Riau Cq. Ka.Disnakertrans Prop.Riau Cq Kepala SKK MIGAS Cq Chevron Indo Asia Business Unit Cq Presiden Direktur PT. Chevron Pacific Indonesia (PT. CPI) Cq Direktur Utama PT.Pertamina Hulu Rokan (PT. PHR), wajib bertanggung jawab dan membayarkan apa yang seharusnya menjadi hak dari buruh eks PT.CPI sejak dipensiunkan secara paksa.
Saat ini para buruh eks PT.CPI lewat kuasa hukumnya Sardo Mariada Manullang.SH.,MH. Dkk masih terus berlanjut dengan meminta secara tertulis ke Presiden Republik Indonesia Cq Kementerian BUMN Cq Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Cq Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (MIGAS) Cq Direktur Utama Pertamina Cq Komisaris Utama Pertamina Cq Kementerian Ketenagakerjaan R.I. Cq Gubernur Provinsi Riau Cq. Ka.Disnakertrans Riau Cq Kepala SKK MIGAS Cq Chevron IndoAsia Business Unit Cq Presiden Direktur PT. Chevron Pacific Indonesia (PT. CPI) Cq Direktur Utama PT. Pertamina Hulu Rokan (PT. PHR), untuk memberikan ganti kerugian kepada buruh ex PT.CPI tersebut atas kelalaian Negara yang mengabaikan tidak dilaksanakannya SK BP MIGAS Nomor : KEP-0058/BP00000/2010/SO tertanggal 17 Mei 2010 oleh PT. Chevron Pacifik Indonesia (PT.CPI) dan tidak adanya tindakan tegas dari Pemerintah R.I. terhadap PT. CPI tersebut.***