Rayulah Tuhanmu
Senin, 28 Agustus 2017 14:25:39 1213

Oleh Saidul Tombang
Percayalah, Allah tak rugi apa-apa kalau kita pergi darinya. Sembah sujud kita dan atau pembangkangan dalam bentuk apapun tidak akan berpengaruh apa-apa terhadap kemahadigdayaannya. Allah adalah segalanya; termasuk pemilik segala kesombongan.
Kitalah yang perlu kepadaNya. Kitalah yang harus mencarinya, menemukannya, dan berharap kasih sayangnya. Kita harus memohon kepadanya. Merayunya. Siang malam pagi petang. Tak dapat di tempat ramai carilah Dia di kesunyian. Tak dapat di terangnya siang carilah dia di kegelapan malam. Tak cukup sekali, harus terus menerus, hingga ruh sampai kembali ke tempat asalnya.
Allah suka dikejar. Allah suka dirayu. Allah merindukan hamba yang berserah total kepadanya. Dan sekali lagi Allah enggan diduakan. BagiNya menduakan adalah dosa utama yang tak bisa ditebus hanya dengan kebaikan.
Allah memang episentrum segala rindu. Dialah tempat mengadu dan mengeluh. Dialah satu-satunya yang harus dipuja dan disembah. Pencarian kita kepadanya akan menjadi pertimbangan apakah dia akan sayang atau justru membuang.
Layaknya orang merayu, tentu harus sungguh-sungguh. Harus berlembut-lembut. Harus merendahkan hati. Harus menyerahkan diri. Harus dilakukan berkali-kali. Ingat, air tidak akan mengalir ke ujung pipa yang tinggi. Maka rendahkan suara. Rendahkan hati. Serahkan diri secara total. Insya Allah ridha dan kasih sayang Allah akan mengucur deras kepada kita.
Ingatlah ketika Nabi Musa ingin melihat Allah. Saat itu bermacam gunung dan berpuluh laut, dengan lantang ingin menjadi tempat terjali Allah. Tapi Allah memilih bukit kecil bernama Thursina. Kenapa? Karena Thursina 'berbisik' kepada Allah, aku tergantung ridhaMu. Kalau aku pilihanmu tak ada kebahagiaan aku selain itu.
Kita tak akan masuk surga karena amal baik Kita tak akan masuk neraka karena amal jahat. Kita akan ditempatkannya berdasarkan rasa kasih sayang Dia. Karena keridhaannya.*
#daribalikkelambuyangpengap
Percayalah, Allah tak rugi apa-apa kalau kita pergi darinya. Sembah sujud kita dan atau pembangkangan dalam bentuk apapun tidak akan berpengaruh apa-apa terhadap kemahadigdayaannya. Allah adalah segalanya; termasuk pemilik segala kesombongan.
Kitalah yang perlu kepadaNya. Kitalah yang harus mencarinya, menemukannya, dan berharap kasih sayangnya. Kita harus memohon kepadanya. Merayunya. Siang malam pagi petang. Tak dapat di tempat ramai carilah Dia di kesunyian. Tak dapat di terangnya siang carilah dia di kegelapan malam. Tak cukup sekali, harus terus menerus, hingga ruh sampai kembali ke tempat asalnya.
Allah suka dikejar. Allah suka dirayu. Allah merindukan hamba yang berserah total kepadanya. Dan sekali lagi Allah enggan diduakan. BagiNya menduakan adalah dosa utama yang tak bisa ditebus hanya dengan kebaikan.
Allah memang episentrum segala rindu. Dialah tempat mengadu dan mengeluh. Dialah satu-satunya yang harus dipuja dan disembah. Pencarian kita kepadanya akan menjadi pertimbangan apakah dia akan sayang atau justru membuang.
Layaknya orang merayu, tentu harus sungguh-sungguh. Harus berlembut-lembut. Harus merendahkan hati. Harus menyerahkan diri. Harus dilakukan berkali-kali. Ingat, air tidak akan mengalir ke ujung pipa yang tinggi. Maka rendahkan suara. Rendahkan hati. Serahkan diri secara total. Insya Allah ridha dan kasih sayang Allah akan mengucur deras kepada kita.
Ingatlah ketika Nabi Musa ingin melihat Allah. Saat itu bermacam gunung dan berpuluh laut, dengan lantang ingin menjadi tempat terjali Allah. Tapi Allah memilih bukit kecil bernama Thursina. Kenapa? Karena Thursina 'berbisik' kepada Allah, aku tergantung ridhaMu. Kalau aku pilihanmu tak ada kebahagiaan aku selain itu.
Kita tak akan masuk surga karena amal baik Kita tak akan masuk neraka karena amal jahat. Kita akan ditempatkannya berdasarkan rasa kasih sayang Dia. Karena keridhaannya.*
#daribalikkelambuyangpengap