Rezim Pemangsa Tagar

Senin, 27 Agustus 2018 05:31:51 561
Rezim Pemangsa Tagar
AF

Satu dari tahapan peradaban manusia yang panjang dalam evolusi yaitu berburu. Motifnya selain untuk memenuhi kebutuhan jasad, juga untuk melindungi komunitasnya. Sifat ini selamanya akan tetap melekat pada manusia, bungkusnya saja yang berbeda. Lalu menyesuaikan dengan konsep dan bahasa zamannya.

Negara, atau lebih tepatnya penguasa dengan segala perangkatnya cara kerjanya juga sama. Berburu. Stalin berburu, membungkam lintang-pukang yang tidak satu suara atas nama rakyat. Hitler dengan Maha Arya nya itu juga berburu atas nama rakyat. Kata atas nama rakyat ini dipakai semua ideologi.

Atas dasar potensi penyalahgunaan kuasa berburu dalam atau diluar komunalnya inilah, kemudian lahir asas pemisahan kekuasaan. Eksekutif, legislatif dan yudikatif. Bahkan sudah diterapkan di zaman Yunani dan Romawi kuno. Hebat.

Meski demikian, tiga bilik kekuasaan tersebut terikat oleh konstitusi yang telah disepakati. Dengan itu boleh melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Sifatnya mutlak.

Indonesia? Tertinggal seribu tahun cahaya. Penguasanya yang bebal tak juga mampu mencerna konsep ini. Eksekutifnya yang kuasa mengendalikan aparatur bersenjata, dengan dalih atas nama rakyat berburu pikiran rakyatnya sendiri. Ajaib.

Padahal, tidak ada satupun konstruksi hukum yang melarang rakyatnya menyatakan pendapat, juga untuk penilaian pemimpinnya yang gagal mengemban amanah. Aksi massa 2019 ganti presiden adalah pernyataan sikap warga negara bahwa Presiden nya gagal mengemban amanah. Lalu apa alasannya sehingga harus dilumpuhkan aparat bersenjata di Pekanbaru dan Surabaya? Mencari dalih atas nama rakyat?.

Tempurung pun akan menjawab, belum masa kampanye Pilpres, mengganggu ketertiban umum. Ini logika dungu. Hak politik warga negara untuk menyatakan ketidakpuasannya itu tidak harus menunggu masa kampanye Pilpres, bahkan boleh sehari usai Presiden dilantik. Namun lucunya, disaat yang sama ada perlakuan berbeda terhadap massa deklarasi dukung penguasa 2 periode.

Saya tak ada urusan dengan penguasa atau oposisi, saya bukan orang partai politik. Hanya ingin menegakkan akal sehat. Itu juga bagi yang masih mau menggunakan akalnya. Dan tampaknya harus ada kajian mendalam terkait konstitusi TNI/Polri dibawah kendali Presiden. Berdiri sendiri perlu dipertimbangkan. Walaupun dibeberapa negara kemudian hari militernya menjadi penguasa otoriter agresif.

Untuk Indonesia saya rasa tidak akan sejauh itu, sebab komitmen militer untuk memutilasi dirinya dari politik praktis dua dekade ini gilang-gemilang. Tapi jika tidak, pada setiap masa, aparatur negara satu ini tetaplah akan menjadi pesuruh syahwat penguasa.

Oh ya, bagi Ulung, Ongah, Utih, Oncu, Acik, yang nak Mancaleg di Riau pada partai pendukung penguasa saat ini, elok diminimalisir segala pengeluaran dana kampanye. Setiap benturan yang sifatnya asasi, resultannya sangat dalam ditanah Melayu ini. Suai?. Berkacalah dari Pilgubri beberapa bulan lalu. Daripada tekor.


Oleh : Alwira Fanzary Indragiri
Ketua OKP Lingkar Anak Negeri Riau

KOMENTAR