Bupati Solok Dilaporkan ke KPK, Dugaan Korupsi Empat Kasus

Kamis, 09 Juni 2022 19:25:46
Bupati Solok Dilaporkan ke KPK, Dugaan Korupsi Empat Kasus
Gedung KPK

Inforiau - Bupati Solok Epyardi Asda dilaporkan Ketua DPRD Kabupaten Solok Dodi Hendra ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Diduga terkait dugaan tindak pidana korupsi di empat kasus yang berbeda.

Laporan itu dilayangkan langsung oleh Ketua DPRD Kabupaten Solok, Dodi Hendra ke Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada Kav 4, Setiabudi, Jakarta Selatan, Kamis (9/6).

"Alhamdulillah tadi kami sudah melaporkan aspirasi masyarakat terkait bukti-bukti dugaan korupsi yang dilakukan oleh Bupati Solok Epyardi Asda terkait empat kasus yang berbeda, salah satunya mengenai pelanggaran reklamasi danau Singkarak," ujar Dodi kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Kamis (9/6) seperti dimuat Rmol.id.

Dodi menjelaskan bahwa, dari empat kasus tersebut, total dugaan kerugian negara ditaksir mencapai Rp 18,1 miliar.

Dugaan kerugian negara itu terdiri dari, kasus Reklamasi Danau Singkarang yang diduga merugikan negara mencapai Rp 3,3 miliar; kasus hibah jalan eksisting di Kawasan Wisata Chinangkiek yang merupakan daerah wisata milik pribadi Bupati Solok Epyardi Asda yang diduga merugikan negara Rp 13,1 miliar.

Selanjutnya kata Dodi, Bupati Solok Epyardi Asda diduga kerap memerintahkan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Solok untuk melakukan rapat dan pertemuan di daerah wisata Chinangkiek milik pribadinya yang diduga menghabiskan dana APBD Kabupaten Solok mencapai Rp 1,2 miliar. Ditambah, kawasan tersebut juga diduga belum memiliki izin dan amdal wisata.

"Dan yang keempat, terkait pengangkatan pensiunan PNS jadi Plh Sekda Solok, yang diduga kerugian negara kurang lebih mencapai Rp 500 Juta untuk biaya gaji dan tunjangan jabatan. Diduga penyalahgunaan wewenang terkait pengangkatan orang yang sudah pensiun, diangkat kembali oleh Bupati Solok saudara Epyardi Asda," kata Dodi.

Dari keempat kasus dugaan korupsi tersebut kata Dodi, pihaknya sangat menyoroti masalah reklamasi Danau Singkarak. Sebab, perusahaan swasta yang menggarap proyek reklamasi Danau Singkarak itu adalah perusahaan milik keluarga Bupati Solok Epyardi Asda, yaitu PT Kaluku Indah Permai dan CV Anam Daro.

"Di mana penanggung jawab dari PT Kaluku Indah Permai dan CV Anam Daro ini adalah sanak keluarga dari Bupati Solok Epyardi Asda. Jadi ini sebenarnya dari 2016. Dari 2016, Bupati sendiri sudah mereklamasi danau tersebut, yang mana pertama itu PT Kaluku punya Bupati," jelas Dodi.

Dodi menjelaskan, saat ini kedua perusahaan tersebut telah mendapatkan sanksi administratif terkait pelanggaran pemanfaatan ruang di Danau Singkarak. Kedua perusahaan tersebut diminta untuk melakukan pemulihan lahan seperti semula paling lambat empat bulan terhitung sejak ditandatanganinya surat keputusan pengenaan sanksi administratif.

"Namun setelah komitmen tersebut berjalan selama empat bulan, tepatnya di tanggal 28 Mei 2022 lalu, kondisi saat ini di kawasan reklamasi tersebut masih belum tuntas," tutur Dodi.

Bahkan masih kata Dodi, organisasi pemerhati lingkungan, WALHI juga melihat pembangunan di lokasi sekarang melanggar sejumlah aturan. Pertama, pembangunan dilakukan di lokasi bekas reklamasi yang dulunya telah dinyatakan ilegal. Kedua, tidak ada dokumen terkait lingkungan baik di provinsi maupun pihak Pemkab Solok.

"Pelanggaran selanjutnya terjadi pada Perda Tata Ruang. Pelanggaran mengacu pada Perda 1/2013 tentang Rencana Tata Ruang Kabupaten Solok, bahwa yang direklamasi itu adalah kawasan lindung. Bukan peruntukan untuk pembangunan objek wisata," papar Dodi.

Berdasarkan data dari Walhi, Dodi menjelaskan bahwa potensi kerugian negara sektor lingkungan akibat reklamasi yang diduga tanpa izin itu mencapai Rp 3,3 miliar. Rinciannya, biaya kerugian ekologis sebesar Rp 1,2 miliar, biaya ekonomi sebesar Rp 952 juta, dan biaya lingkungan sebesar Rp 1,2 miliar.

Potensi kerugian tersebut dianalisis berdasarkan Permen 7/2014 tentang Ganti Rugi Akibat Pencemaran dan atau Kerusakan Lingkungan Hidup; UU 17/2013 tentang Keuangan Negara; dan UU 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara.

"Jadi, kami sebagai Ketua DPRD Kabupaten Solok, mewakili masyarakat Kabupaten Solok, memohon perkara dugaan penyalahgunaan wewenang dan indikasi korupsi tersebut di proses sesuai dengan hukum dan peraturan yang berlaku. Ini adalah suara rakyat, suara kabupaten solok. Mudah-mudahan ini cepat dilakukan (diusut KPK), supaya rakyat di Kabupaten Solok tenang dan nyaman kembali," pungkas Dodi.*

KOMENTAR