Ombudsman RI Kritisi Penunjukan Walikota Batam Jadi Ex-Officio Kepala BP Batam

Batam, inforiau.co - Memperhatikan dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara khususnya berkenaan dengan rencana Pemerintah melakukan peleburan Badan Pengusahaan (BP) Batam dengan menetapkan Walikota Batam secara ex-offcio sebagai Kepala Badan Pengusahaan (BP) Batam, Ombudsman Republik lndonesta memandang perlu menyampaikan pendapat kepada Presiden RI.
Ombudsman memahami bahwa Pemerintah dalam rangka mewujudkan tujuan negara yang salah satunya adalah memajukan kesejahteraan umum lelah menetapkan pelayanan publik sebagai salah satu fokus perhatian.
Sebagaimana ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2015-2019, Pelayanan publik yang baik merupakan ctri landasan pembangunan yang kokoh. Atas hal tersebut maka pelayanan publik harus terwujud pada semua sektor, baik barang, jasa maupun administrasi.
"Dalam rangka mendukung upaya pemerintah, Ombudsman sebagai lembaga negara pengawas pelayanan publik telah melakukan kajian mengenai layanan publik, yang salah satunya adalah pelayanan publik di Kota Batam. Hasil kajian menyimpulkan bahwa Pelayanan publik di Kota Batam diselenggarakan oleh 2 (dua) institusi, yaitu BP Batam dan Pemerintah Kota Batam," ujar Ketua Ombusman RI, Amzulian Rifai melalui rilis, Rabu (16/01/2019).
Menurutnya masing-masing instansi memiliki dasar kewenangan yaitu, Pemerintah Kota Batam melalui Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 53 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Rokan Hulu. Kabupaten Rokan Hilir dan Kabupaten Siak, Kabupaten Karimun, Kabupaten Natuna, Kabupaten Kuantan Singingi, dan Kota Batam.
Adapun BP Batam diatur melalui Undang - Undang Nomor 44 Tahun 2007 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang Nomor 1 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2000 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas dan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2007 jo Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2011 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam.
"Berdasaikan hasil kajian, diketahui bahwa terjadi tumpang tindih kewenangan dalam proses penyelenggaraan pelayanan publik oleh kedua institusi tersebut. sehingga menimbulkan ketidakefektifan layanan. Hal tersebut pada akhirnya menimbulkan tidak terwujudnya tujuan dari pembentukan Kawasan Perdagangan Bebas dan pelabuhan Bebas Batam," lanjutnya.
Berkenaan kajian tersebut, serta memperhatikan polemik di masyarakat, maka Ombudsman RI menyampaikan pendapat dan saran kepada Presiden Republik lndonesia yaitu. Penyelesaian permasalahan tumpang tindih kewenangan tidak dapat diakulran hanya dengan melakukan peleburan kelembagaan dalam bentuk pengelolaan BP Batam dilakukan oleh Walikota Batam Hal tersebut akan menimbulkan permasa ahan baru antara
Kemudian Pemerintah harus segera menerbitkan peraturan pelaksana undang-undang sebagai dasar dalam mengatur pola hubungan antara BP. Batam dengan Pemerintah Kota Batam.
"Dalam hal ini, Pemerintah Pusat harus melibatkan partisipasi masyarakat dalam penerbitan ketentuan peraturan pemerintah sebagaimana pada angka 2 (dua) dengan merujuk pada ketentuan UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan," ungkapnya.
Menurutnya Pemerintah pusat juga harus melakukan penataan kelembagaan BP Batam sebagai organisasi peningkatan ekonomi Kawasan dengan mengubah kelembagaan BP Batam yang hanya berfungsi sebagai pelaksana (eksektif) dan tidak melakukan fungsi pembuat peraturan sesuai ketentuan UU Nomor 36 Tahun 2000 Juncto UU Nomor 44 Tahun 2007.
Selain itu, Pemerintah Pusat harus mempertegas pembagian kewenangan pada kedua institusi sesuai prinsip Desentralisasi Fungsional. BP. Batam hanya memiliki kewenangan di Bidang Investasi. Perindustrian dan Perdagangansedangkan Pemerintah Kota Batam dibidang pelayanan publik dasar.btc/ks