PT MIG Pilih Menggugat

Kamis, 14 Juli 2016 20:24:58 816
PT MIG Pilih Menggugat
Pekanbaru, inforiau.co - PT Mulit Inti Guna (MIG) tidak terima dengan pemutusan kontrak kerjasama pengangkutan sampah secara sepihak oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota Pekanbaru. Mereka memilih langkah hukum guna menyelesaikan persoalan tersebut.
 
Dikatakan General Manager PT MIG Yudi Syafrudin dalam konferensi pers di salah satu hotel di Pekanbaru pada Rabu (13/7), pihaknya dalam waktu dekat akan melakukan gugatan ke Pengadilan. PT MIG menganggap keputusan yang diambil DKP dilakukan sepihak tanpa mempertimbangkan beberapa penyelesaian yang telah dilakukan. 
 
Oleh sebab itu ia mengecam sikap mantan Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Pekanbaru, Edwin Supradana yang telah memutuskan kontrak kerja PT MIG dalam pengelolaan sampah di delapan Kecamatan. Mereka menilai sikap tersebut sangat terlalu gegabah dan tidak fair selaku pihak yang seharusnya dapat bersikap lebih profesional.
 
"Kami keberatan kalau diputus kontrak karena itu sangatlah prematur. Kalau pun kami harus diputus kontrak sebaiknya melalui tahapan perundang-undangan dulu," ujar Yudi. 
 
Ia juga menyesalkan informasi pemutusan kontrak justru diketahuinya melalui media massa. "Kami baru menerima surat pemutusan kontrak tersebut pada siang harinya pada tanggal 17 Juni 2016," katanya lagi.
 
Menurut versi PT MIG persoalan sampah yang dialami warga Pekanbaru berawal dari data yang dikeluarkan pihak Pejabat Pembuat Kontrak (PPK) dalam hal ini pihak DKP Pekanbaru. Data tersebut merupakan hasil kajian PT Sucofindo yang menyatakan bahwa target pengangkutan sampah di 8 kecamatan yang dikerjakan PT MIG yaitu 610 ton per hari. "Faktanya, volume sampah di 12 kecamatan di Kota Pekanbaru, menurut pengakuan Kepala DKP sebelumnya hanya berkisar 300 sampai 400 ton per hari. Terkait masalah ini kami justru merasa tertipu,'' tukasnya.
 
Selain dari hasil kajian tentang volume sampah yang diduga fiktif, ternyata persoalan PT MIG tidak berhenti di situ. Pihak PPK/DPK juga memberlakukan sanksi dan denda yang bersifat subjektif. Jika sampah yang diangkut kurang dari 305 ton per hari akan dikenakan sanksi berupa denda.
 
Jika alasan target jumlah sampah yang dijadikan alasan mungkin pihak perusahaan dapat terima. Tetapi ada item lain yang juga dijadikan alasan untuk memberikan sanksi, yaitu titik titik tempat penampungan sementara (TPS) sampah harus bersih.
 
"Ukuran bersih ini yang kami anggap subyektif. Parahnya lagi, jika ini yang dijadikan dalih, Pemko atau pihak DKP mesti menyiapkan TPS. Lalu sosialisasikan kepada masyarakat tentang TPS dan waktu untuk membuang sampah ke TPS. Kontrak kami kan hanya mengangkut sampah dari TPS ke TPA (tempat pembuangan akhir),'' kata Yudi lagi.
 
Kembali soal tudingan wanprestasi, imbuhnya, keadaan itu tidak sesuai dengan kondisi aktual yang ada. Sebab semua itu terjadi tidak lepas dari perbuatan dan kebijakan kebijakan yang daimbil oleh PPK/DKP.
 
Apalagi, pada bulan Mei 2016, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI telah memasukkan Kota Pekanbaru sebagai nominator peraih Piala Adipura. Artinya, ini bertolak belakang dengan sanksi dan denda yang harus ditanggung PT MIG.
 
Oleh sebab itu, langkah yang mesti dilakukan PT MIG adalah mendaftarkan gugatan terhadap Pemko dan DKP di PN Pekanbaru. PT MIG berharap di persidangan nanti ada mediasi agar pemutusan kontrak ditinjau kembali dan tentunya, mesti ada adendum atau revisi terhadap kontrak kerjasama bersangkutan. IIN

KOMENTAR