Praktisi Hukum: Pernyataan Kuasa Hukum Keluarga Brigadir J Dinilai Tak Logis

Selasa, 19 Juli 2022 22:53:13 397
Praktisi Hukum: Pernyataan Kuasa Hukum Keluarga Brigadir J Dinilai Tak Logis
Kuasa hukum keluarga Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat

Inforiau - Pernyataan kuasa hukum keluarga Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J dinilai tak logis.

Menurut praktisi hukum Ricky Vinando, secara logika hukum berbagai argumentasi kuasa hukum Brigadir J kurang tepat. Misalnya, dugaan ada penganiayaan terhadap Brigadir J di sepanjang perjalanan Magelang-Jakarta. Pihak kuasa hukum merujuk luka di bagian kepala belakang Brigadir J.

Ricky mengatakan kuasa hukum menyebut tempat kejadian perkara (TKP) meninggalnya Brigadir J kemungkinan di sepanjang perjalanan Magelang-Jakarta atau di rumah dinas Irjen Pol Ferdy Sambo yang kini telah dinonaktifkan dari jabatan Kadiv Propam Polri. Laporan polisi pihak kuasa hukum tertera Pasal 351 ayat (3) KUHP. Namun, Ricky mempertanyakan pencantuman Pasal 340 KUHP.

“Apa Brigadir J memiliki dua nyawa? Jadi, laporan polisi itu tak logis. Bagaimana logika hukumnya bilang kemungkinan mati di sepanjang jalan Magelang-Jakarta atau di rumah dinas. Kok TKP dialternatifkan? Harus jelas dan tak bisa asumsi,” kata Ricky, Selasa (19/7/2022).

“Saya ikuti cara berpikirnya. Kalau misal mati di sepanjang perjalanan Magelang-Jakarta, kenapa malah ada Pasal 340 yang akibatnya juga mati? Jadi, tidak jelas laporan polisi yang dibuat. Satu sisi lainnya juga bicara mungkin mati di rumah dinas. Ngapain bawa 351 ayat (3) KUHP?,” imbuhnya.

Menurutnya, tuduhan bahwa seolah-olah ada penganiayaan sepanjang perjalanan Magelang-Jakarta menjadi sangat lemah. Sebab, sampai saat ini belum keluar hasil otopsi oleh dokter forensik. Kuasa hukum keluarga korban Brigadir J, lanjutnya, justru telah membuat kesimpulan adanya penganiayaan.

Ricky juga menyebut kuasa hukum keluarga korban tak berwenang menyebut ada lebam-lebam pada tubuh korban. Sebab, harus dokter forensik yang memastikan melalui otopsi.

“Soal banyak lebam-lebam, saya kira kuasa hukum keluarga korban Brigadir J harus mempelajari terlebih dahulu ilmu kedokteran forensik soal livor mortis pada mayat, karena itu ilmu penunjang hukum pidana, karena tak bisa bicara lebam-lebam seolah ada penganiayaan jika belum keluar hasil otopsi yang dibuat oleh dokter forensik,” katanya.

“Soal lebam pada mayat, soal seolah-olah luka sayatan bahkan luka tusukan, itu hanya bisa disimpulkan oleh yang berwenang yaitu dokter forensik melalui hasil otopsi, itu nanti disampaikan tim khusus yang dibentuk Kapolri,” tuturnya.

Ricky juga menyebut tudingan seolah adanya pembunuhan berencana, lemah secara hukum. Hal ini dikarenakan kuasa hukum keluarga korban Brigadir J tidak bisa menyebut motif pembunuhan berencana.

Ricky menyebut pembuatan laporan polisi juga terburu-buru. Ia menilai laporan itu seharusnya menunggu hasil investigasi tim yang dibentuk Kapolri dan diumumkan ke publik. Faktanya, kata Ricky, saat ini tim khusus masih bekerja.

“Kita harus menunggu hasil akhir investigasi dari tim yang dibentuk Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo ditambah lagi menunggu hasil uji balistik terhadap senjata api, selongsong dan proyektil, juga hasil pemeriksaan forensik oleh dokter forensik, karena soal kayak luka sayatan, luka tusuk yang pernah disampaikan pihak keluarga Brigadir J,” ujar Ricky.

“Semua hanya bisa dijawab oleh yang berwenang yaitu hasil pemeriksaan forensik oleh dokter forensik. Tidak bisa kita bicara dugaan-dugaan lain sebelum adanya hasil investigasi tim khusus, hasil uji balistik dan hasil pemeriksaan dokter forensik,” imbuhnya.*

KOMENTAR